a.
Sejarah
Pura Majapahit
1.
Anak
Agung Gede Agung
2.
Anak
agung made ngurah
3.
Dan
sebagai penasehat ialah Paman dan Ibundanya nama I Gusti Kalerdan Tabmung (
Klungkung ) keturunan Anglurah Kaler Pacikan.
Suatu peristiwa
malapetaka menimpa Anak Agung Ngurah Jembrana yaitu putranya yang sulung nama
Anak Agung Gede Agung meninggal dunia karena sakit dan wafatnya meninggalkan
seorang putra belum dewasa nama Anak Agung Gde Jembrana sebagai pengganti Anak
Agung Gede Agung selaku wakilnya ialah putranya yang kedua nama Anak Agung Made
Ngurah. Pada suatu hari beliau meninjau ke daerah Malar ( Belambangan ) yang
disebut Kerajaan Macan Putih dibawah Pangeran Mangkuningrat sebagai rajanya
dibantu oleh adiknya nama pangeran Adikis dan patihnya ialah seorang bangsawan
kepercayaannya Raja Mengwi yaitu I Gusti Ngurah dan Kaba-kaba diberi nama Raden
Yamahgung Ronggosetoto ibu kotanya terletak di Malar Kabas ( Banyuwangi ) masih
termasuk kawasan Belambangan. Kerajaan Macan Putih pusat Malar Katat
Banyuwangi.Raja I Pangeran mangkuningrat, istrinya Nawang Sasi.Adik raja Macan
Putih, Pangeran Wong Wilis.Patihnya I Gusti Ngurah dari Kaba-katat dan bergelar
Raden Tumenggung Ronggo Setoto II. Pangeran Wing Wilis mendirikan kerajaan
Kembali Bayu Songgon ( Regojampi ) termasuk Ker Kedowung Ker Belambangan jatuh
tahun 1512. Sedari jatuhnya negeri Belambangan tahun 1512 jaman Dalem Watu
Renggong tahun 1640.jaman Dalem Jegening tahun 1670. jaman Dalem Kerajaan
Dimode yang kesemuanya masih berkedudukan di Gelgel tahun 1697. jaman Kerajaan
Buleleng I Gusti Ngurah Panji Sakti dan tahun 1700 jaman kerajaan Mengwi
Kedudukan kota Belambangan berpindah-pindah tempat dan terakhir pada itu ialah
di Malar Kabat ( Banyuwangi ) kasih dari pinenyawan itu ialah semakin akrabnya
persahabatan antara Kerajaan Macan Putih dan Jembrana hingga ganti berganti
kungjung mengunjungi. Ketidak senangan Raja Macan Putih dibawah kekuasaan Raja
mengwi yang waktu itu telah wafat dan belum ada penggantinya akhirnya
dicetuskan di kota Malar beramai-ramai orang tingkat atas dan bawah masanya
musim jangkrik maka Raja Macan Putih, Pangeran Mangkuningrat mengadu jangkrik
melawan patihnya Raden Tumenggung Ronggo Setoto yang terdudukan jangkriknya
Pangeran mangkuningrat kalah. Kekalahan ini mengakibatkan kemarahannya tidak
terhingga sehingga jatuh korban jiwa yaitu Patih Ronggo Setoto dibunuh di desa
Lugindo Rogojampi ( Banyuwangi ).Peristiwa yang sewenang-wenang ini diketahui
oleh Pangeran Wong Agung Wilis yaitu adik raja Macan Putih untuk keselamatan
daerah Macan Putih dimunculkan dan diminati ialah Pangeran mangkuningrat
menghadap kepada Raja mangkuningrat minta maaf.Usul nasehat ini ditentang dan
Pangeran Wilis Duwia. Dalam mengemudi pemerintahan Macan Putih di Malar (
Belambangan ).
Pangeran
Mangkuningrat selalu berselisih pendapat dengan Pangeran Wilis sejak sedari
lama dan kemungkinan perdamaian antara Macan Putih dan mengwi tidak berhasil
dari itu Pangeran Wilis berangkat ke Mengwi untuk lapor dengan tidak singgah di
Puri Gde Jembrana kepada Raja Anak Agung Ngurah Jembrana atau wakilnya ( Anak
Agung Made Ngurah ) sebagai petugas pengawas keamanan di daerah Malar (
Belambangan ). Di perginya Pangeran Wilis ke Bali maka Pangeran mangkuningrat
selalu gelisah, ketakutan dan khawatir dan berusaha minta pertolongan kepada
Kompeni Belanda atau V.O.C tetapi tidak mau menolongnya tiada antara lama
datangnya panggilan dari kerajaan Mengwi agar beliau datang menghadap dengan
raja dan jika tidak mau akan dijalankan kerajaan sehubungan dengan itu Pangeran
Mangkuninrat Raja Macan Putih terpaksa memenuhi panggilan itu untuk mendapat
belas kasihan, Raj mengwi bersama keluarganya istrinya Nawang sasi diajak
bersama turun dipesisir Perancak dan singgah di Puri Gde Jembrana bersama
dengan Anak Agung Gde Ngurah. Kedatangan Pangeran Mangkuningrat Raja Macan
Putih bersama keluarganya diterima dengan baik dan ditanya tentang keperluannya
dan mendapat jawaban akan pergi menghadap Cokordo Raja Mengwi. Karena mendapat
panggilan dan meminta dengan hormat agar Anak Agung Made Ngurah maka
menghantarnya, berhubung beliau ada kemungkinan menghadap ke Mengwi akan
mendapatkan malapetaka tetapi dengan tidak diterangkan peristiwa atas kematian
Patih Raden Tumenggung Ronggo Setoto itu.
Karena Anak
Agung Made Ngurah betul-betul tidak mengetahui tentang peristiwa itu walaupun
sebagai petugas mengawas keamanan daerah Malar dan berhubung Pangeran Wilis
langsung melapor ke Mengwi dan tidak singgah di Jembrana maka dianggap jujur
keterangan Pangeran Mangkuningrat apa pula bersama keluarga. Berhubung dijalan
itu Anak Agung Made Ngurah terus membujuk Pangeran Mangkuningrat bersama
keluarga agar segera berangkat ke Mengwi dengan perjanjian yang dilakukan di
Pemerajan bahwa Anak Agung Made Ngurah telah diutus mengantar ke Mengwi dan
apabila Pangeran mangkuningrat bersama keluarga sampai mendapat malapetaka
korban jiwa, maka Anak Agung Made Ngurah dengan Ihklas akan turut berkorban
jiwa dan sebagai waktu perjanjian itu diberikan beberapa orang pengirng yang
dipimpin oleh Pan Tabah untuk segera pulang ke Jembrana memberitahukan apabila
sampai kejadian malapetaka sebagai tersebut begitulah akrabnya persahabatan
antara Anak Agung Made Ngurah dengan Pangeran mangkuningrat yang digant juga. Atas
perjanjian ini puaslah lalu bersama keluarga berangkat menghadap ke Mengwi
diiringi oleh puluhan orang dipimpin oleh Pan Tabah, sesampai Pangeran
Mangkuningrat ( Raja Macan Putih ) sekeluarga dan rombongan di Mengwi diterima
sebagaimana mestinya di Puri Agung dengan keterangan bahwa pada waktu itu raja
Mengwi Cokordo Made Munggur telah wafat dan meninggalkan putra yang masih belum
dewasa dari kekuasaan pemerintah dikuasakan pimpinan kepada bangsawan dari Puri
Sibang Gede nama I Gusti Agung Kamasan dan urusan Pangeran Mangkuningrat ada
dalam kekuasaannya sesuai dengan tugasnya dalam perkara ini segala kesalahan
telah diakuidengan disertai mohn pengampunan namun keputusan hukuman mati
dijatuhkan kepadanya, karena hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa pula.
Hukuman ini
diterima olehnya dengan permohonan agar keluarga jangan diikutsertakan. Inti
pertimbangan apa maka Pangeran mangkuningrat bersama keluarga menjalankan
hukuman mati di desa Seseh dan sebelum beliau wafat ada mengeluarkan kutukan
berhubung keluarganya yang tidak bersalah tak turut dibunuh. Atas kejadian ini
Pan Tabah serta rombongan pengiring Raja Macan Putih dengan tergesa-gesa
setelah mendapat ijin kembali ke Jembrana untuk memberi laporan.Pada waktu
siang hari Anak Agung Made Ngurah selalu berkiat dan menjengkelkan, pusaka
Pajenengan nama Tatasa atas hadiah Raja mengwi, Cokordo Nyoman Alangkajeng
kepada Anak Agung Ngurah Jembrana Raja Jembrana I yaitu ayahanada duduk diatas
batu besar sebagai tempat duduk sehari-hari bila keluar puri terletak di Jaba
Jero Puri dihadap oleh parekan parekan tiada antara ia datanglah Pan Tabah
bersama rombongan yang llau dipersilahkan masuk kedalam Puri sedangkan Pan
Tabah dipanggil menghadap untuk dimintai keterangan tentang Pangeran
Mangkuningrat oleh Pan Tabah lalu dilaporkan bahwa beliau telah wafat bersama
keluarga di tanah di desa Seseh dengan dikuatkan oleh sumpah atas kebenaran
laporannya Anak Agung Made Ngurah terkejut dan ingat akan janji untuk
bersama-sama mati hanya sayangnya sampai saat itu beliau belum mengetahui atas
kesalahannya. Raja Macan Putih bersama keluarga sampai dikenakan hukuman mati
setelah menangkan pikirannya, lalu memerintahkan Pan Tabah menghunus keris
Tatasan yang dibuka kulitnya agar ditikamkan kearah punggung beliau.
Pan Tabah
dengan memberanikan diri dan setelah menyembah lalu mematuhi perintah itu dan
melaksanakan, kemudian keris tembak ketangan Anak Agung Made Ngurah yang
menolong tak sadarkan diri dan wafat ketika dengan penuh berlumuran darah dan
tangan memegang keris terhunus parekan-parekan yang menghadap yang tidak tahu
persoalannya lalu Pan Tabah dikeroyok dan dipukulinya bersama hingga Pan Tabah
ke tenggara dan sampai di Desa Pacikan dan menemui ajalnya. Keributan ini
diketahui oleh Raja Anak Agung Ngurah Jembrana dan memerintahkan agar jangan
sampai mengorbankan jiwa lain-lain keluarga Pan Tabah.Perintah ini dipatuhi dan
kejadian ini pada tahun 1764.
Berselang tiga harinya datanglah Wong Agung Wilis ( Pangeran Wilis ) dan Malar
( Belambangan ) menghadap Raja Anak Agung Ngurah Jembrana melaporkan tentang
peristiwa Raja Macan Pitih tetapi telah terlambat, karena sudah jatuh dua
korban jiwa yaitu :
1.
Anak
Agung Made Ngurah
2.
Pan
Tabah.
Setelah wafat
Raja Macan Putih di Mengwi Seseh Wong Agung Wilis membentrok karajaan-kerajaan
Kadawung ( juga masih masuk wilayah Belambangan ). Rombongan rakyat pengiring
almarhum Raja Macan Putih kebanyakan tinggal ( menetap di Jembrana yang
beragama Hindu dan Islam kemudian mendirikan sebuah pura dengan nama Majapahit
untuk tempat memuja arwah Almarhum karena beliau adalah keturunan Dalem Jun
Raja Belambangan I yang asal dari Majapahit ( Mpu Kepakisan ) dan dibelakang
pura, tumbuhan kayu dipelihara agak menyerupai hutan guna tempat persimpangan
Macan Putih, terletak di Desa Banyubiru dan disebelah menyebelah pura itu
adalah perkampungan bekas pengiring yang beragama Islam dan hingga sekarang
turuntanya mempergunakan bahasa Jawa using jika odalan pura datang maka segala
upacara yang ada hubungannya dengan daging, hanya memakai daging ayam. Adapun
almarhum Anak Agung Made Ngurah meninggalkan seorang putra nama I Gusti Ngurah
Putu Pasatan ditempatkan di luar pura Gede yang dinamakan Jro Raid an kemudian
menurunkan para bangsawan ( I Gusti Ngurah ) di Jero Anom, Jero Anyar, Jero Oka
dan Jero Taman, beliau dinamakan Raja Dewata Lebar Kareduk Luharing Watu Batu
tempat duduknya hingga sekarang masih tersimpan di Jro Raid an Keris Tatasan tersimpan
di Puri Agung Negara. Adapun kburan Pangeran Mangkuningrat bersama keluarganya
di Seseh merupakan keramat keluarga di Seseh dan dipelihara oleh turunan
bangsawan Puri Sibang Gede hingga sekarang.Disalir diturun oleh Anak Agung Putu
Makajapong Lingsir Puri Agung di Negara untuk dikirim ke Puri Agung di Mengwi
diaturkan kepada Anak Agung Gde Oka Cokordo Puri Agung Mengwi.
b. Foto
Beserta Nama Pelinggih
a.
Taksu
b.
Maijang
Sluwang
c.Alambangan d. Meru Tumpang Tiga |
|||
f. Meru Tumpang Lima
|
||||||
Dwitya & Amelia
0 comments:
Post a Comment