Pages

Monday, November 10, 2014

PURA BUKIT INDRAKILA

PURA BUKIT INDRAKILA
               



                Pura Bukit Indrakila terletak di sebuah bukit kecil di desa Dausa kecamatan KIntamani. 4 kilometer  dari Penulisa kearah barat menuju ke Singaraja, atau 10 kilometer dari Kintamani. Secara geografis letak Pura Bukit Indrakila sangatlah indah. Berada di tengah desa Dausa dan dikelilingi pemandangan yang sangat indah. Di sebelah utara terhampar pemandangan pantai buleleng timur dengan panorama bukit-bukit kecil yang indah. Disebelah barat terhampar pemandangan desa Dausa, bukit sinunggal,hingga sejauh mata memandang  panorama bebukitan. Di sebelah selatan terlihat bukit Tambakan sebagai batas pandang, dan dataran rendahnya yang begitu indah serta desa-desa yang mengitarinya. Di sebelah timur terlihat Bukit Penulisan dengan hutannya, desa Sukawana dengan terassering di areal pertaniannya. 
Pura Bukit Indrakila sendiri terbagi menjadi tiga bagian (tri mandala) bangunan. Pada bagian utama mandala (jeroan ) terdapat sebuah pohon beringin yang cukup angker, yang bersebelahan dengan pohon cempaka seliwah (satu pohon cempaka yang berbunga dua jenis, cempaka putih dan merah).


 Kemudian di bawah rerimbunan pohon-pohon tadi berjejerlah pelinggih-pelinggih membentuk huruf u yang terbalik seperti gambar di atas 

Pada jajaran utama terdapat pelinggih Padmasana dengan tiga ruang sebagai simbol pemujaan Sang Hyang Tiga Wisesa atau Sang Hyang Tri Purusa sebagai jiwa agung Tri Loka.
Pemujaan Tuhan sebagai Sang Hyang Tiga Wisesa bertujuan untuk membangun kekuatan spiritual agar umat manusia yang hidup di Bhur Loka ini tidak melakukan hal-hal yang dapat merusak keadaan di Bhuwah dan Swah Loka.

 Diujung selatan utama mandala terdapat pelinggih berbentuk stupa tempat pemujaan Siwa Budha. Lingga yoni sebagai simbul kesuburan dan kemakmuran.

 Pada jajaran sisi kiri terdapat pelinggih-pelinggih yang persis sama dengan pelinggih pada jajaran disisi kanan, sebagai simbul rwabineda.

Terdapat juga prasasti-prasasti peninggalan sejarah di Pura Bukit Indrakila


Pada madya mandala (jaba tengah ) terdapat dua buah bangunan balai gong yang disekat-sekat sesuai dengan jumlah anggota benoa ( Pura Bukit Indrakila diempon (gebog satak ) oleh dua desa dinas yaitu Dausa dan Satra yang terdiri dari sembilan desa adat. Desa dinas Dausa terdiri dari tiga desa adat yaitu Dausa, Lateng dan Cenigaan. Sedang desa dinas Satra terdiri dari lima desa adat yaitu Satra, Tanah Gambir, Kembangsari, Sanda ,Batupalah dan Tanah Embut ))pengempon pura tersebut. Kedua bangunan balai gong tersebut dipisahkan oleh ruang lapang yang cukup luas. Pada mandala ketiga (jabaan ) terhampar pemandangan yang mengitari lokasi pura.
             Menurut keterangan pemangku pura, Pura Indrakila adalah Pura Dang Kahyangan yang tergolong Kahyangan Jagat. Fungsi Pura Dang Kahyangan adalah sebagai pura tempat berguru yaitu belajar dan berlatih kerohanian pada guru spiritual untuk memperkuat jati diri dalam mengamalkan swadharma sesuai dengan Asrama dan Varna masing-masing Menurut sejarah perkembangannya sebelum bernama Pura Bukit Indrakila, pernah memiliki nama Pura Hyang Api, juga Pura Bukit Humintang. Walau belum ditemukannya fakta yang berhubungan dengan pembangunan pura tersebut, namun menurut Dr R Goris dalam bukunya Sejarah Bali Kuno diperkirakan Pura Bukit Indrakila dibangun pada abad ke 11, pada saat pemerintahan raja Jaya Sakti (1133-1150),dengan tujuan sebagai tempat untuk bermeditasi/bertapa para raja. Prasasti  Bukit Humintang (prasasti Bukit Indrakila)yang bertahunkan caka 938 ( 1016 masehi ) menyatakan masyarakat Arcanigayan meminta raja mereka Anak Wungsu untuk menghadiri upacara peringatan yang akan diadakan oleh Betari Mandul ( istri terakhir raja anak wungsu ) di Bukit Indrakila. Betari Mandul sendiri adalah anak dari raja Tegeh Kauripan di Penulisan.
Bukti lain yang berhubungan dengan pembangunan Pura Bukit Indrakila adalah lontar Catur Dharma Kalawasan (di Pura Penulisan ) yang menyatakan penduduk desa Dausa dan pendukung mereka “belajar” bahwa para leluhur mereka sejak abad ke 11 telah dibebaskan dari menyumbang untuk Pura Pucak Penulisan berdasarkan tugas-tugas mereka yang ada menuju “Pura Hyang Api”( Pura Bukit Indrakila ). Dari cerita rakyat secara turun-temurun didapatkan penjelasan bahwa Pura Indrakila tersebut ada hubungannya dengan salah satu episode ceritera Mahabharata yang menyangkut pertapaan Arjuna penengah Pandawa di Gunung Indrakila.
 Kontruksi bangunan Pura Bukit Indrakila sejak pertama kali dibangun sudah beberapakali mengalami perbaikan. Juga belum ada bukti yang jelas menerangkan hubungan antara perubahan-perubahan nama yang dilakukan dengan perbaikan-perbaikannya. Setelah perbaikan yang dilakukan sebelumnya, pada tahun 1963 Pura Bukit Indrakila mengalami perbaikan akibat kerusakan yang diakibatkan oleh letusan gunung Agung. Setelah perbaikan tersebut bangunan rusak lagi yang kemudian diperbaiki lagi pada tahun 1963. Pada tahun tujuh puluhan kembali mengalami perbaikan.
               Perayaan pemujaan ( pujawali ) dilaksanakan pada bulan purnama bulan keempat ( sasihkapat)setiaptahunnya. Pada saat pujawali, prasasti diturunkan (ditedunkan), demikian juga Ida Betara dari masing-masing desa adat (pekraman ).Pemujaan dihadiri oleh ribuan umat dari Sembilan desa adat.
               Tujuan dibangunnya Pura Bukit Indrakila adalah atas kehendak raja sebagai tempat para raja bermeditasi dalam konteknya sebagai pemimpin untuk mencari ketetapan hati. Kedudukan seorang pemimpin atau raja amatlah berat  dalam hal tanggung jawab memimpin negara atau kerajaan untuk menjaga stabilitas dan kemakmuran masyarakat.  Seorang pemimpin haruslah kuat, tegas  dan memiliki ketetapan hati didalam mengambil keputusan. Untuk itu seorang pemimpin haruslah senantiasa mawas diri dan mempunyai pandangan jauh kedepan dalam hal kebijakan dan keputusan. Berikut ini adalah kutipan yajur  veda IX.22
               Iyam te rad yantasi yamano dhruvo-asi.
               Dharunah. Kryai tva. Ksemaya tva. 
               Rayyai tva. Posaya tva.
               Artinya :
Wahai para pemimpin menjadikan pengawas kehidupan di negaramu. Engkau mawas dirilah. Teguhkanlah hatimu.  Dukunglah  kehidupan Warga   negaramu. Kami mendekat padamu, demi kemajuan kehidupan pertanian, Demi kesejahteraan masyarakat dengan kemakmuran yang melimpah.

Inilah alasan dibangunnya Pura Bukit Indrakila. Pada saat itu raja menginginkan untuk selalu melakukan meditasi (tapa ) agar memiliki kecemerlangan pikiran, kemampuan mawas diri dan kekuatan hati didalam menyelenggarakan pemerintahan. Raja tak ingin hatinya goyah oleh godaan –godaan duniawi  yang nantinya bisa menenggelamkan dirinya sendiri kedalam lembah nista dihadapan masyarakatnya. Kedudukan sebagai pemimpin begitu banyak berhadapan dengan gangguan-gangguan, tantangan, dan hambatan dalam tugasnya sehari-hari. Apalagi seorang pemimpin mempunyai kekuasaan yang penuh akan segala hal, keputusan yang tepat mutlak diperlukan. Dalam kontek kepemimpinan, ada bukti yang mengarah keterlibatan Pura Bukit Indrakila di dalam Bhisama Pande yang dipesankan oleh Mpu Siwa Saguna melalui dialog imajiner kepada Brahmana Dwala di Pura Bukit Indrakila.
               Bertalian dengan kepemimpinan, sepertinya cerita Arjuna wiwaha menginspirasi dibangunnya Pura Bukit Indrakila sebagai tempat pertapaan para raja-raja. Berdiri di sebuah bukit kecil di desa Dausa sebagai replika dari gunung Indrakila tempat kesatrya Arjuna bertapa untuk mendapatkan senjata sebagai persiapan didalam menghadapi perang Baratha Yudha. Diceritakan dalam tapa Arjuna membunuh penggodanya yang berupa babi hutan (lambang ketamakan), dimana panah Arjuna menancap pada tubuh babi tersebut,ternyata panah dari Bhatara Indra juga menancap pada satu titik. Ini adalah simbul dari tercapainya puncak tapa Arjuna,yaitu menyatunya spiritual Arjuna dengan yang maha kuasa. Sehingga di dalam peperangan Barata yudha Arjuna dengan begitu mudahnya dapat mengalahkan musuh-musuhnya. Inti dari cerita inlah yang menjadi incaran para raja, sehingga menjadi suatu keharusan untuk melakukan introspeksi diri di dalam meditasi. Kendatipun arsitektur dan kontruksi bangunan Pura Bukit Indrakila tergolong sederhana dibandingkan dengan bangunan pura-pura lain yang memiliki arsitektur seni yang tinggi, namun tak mengurangi makna untuk mengingatkan para pemimpin agar selalu mawasdiri dan melakukan meditasi, mencari jati diri serta membangun kekuatan spiritual agar bisa melakukan fungsi sebagai pemimpin bangsa.
Pada perayaan pemujaan (pujawali) yang dilakukan di Pura Bukit Indrakila ada sebuah acara (dudonan yadnya) berburu menjangan. kegiatan berburu binatang tersebut dilakukan dengan menggunakan panah atau senjata lain, belum ada fakta yang bisa mendukungnya. Namun pada perayaan beberapa tahun lewat ini, kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan jaring. Seperti bagaimana pemburu binatang menjangan pada jaman modern ini melakukannya. Binatang hasil buruan yang didapatkan nantinya akan dipergunakan sebagai sesaji persembahan . 
Digunakannya menjangan sebagai persembahan karena pada saat Mpu Kuturan masuk ke pulau Bali dengan menunggangi menjangan,sehingga sampai sekarang simbul yang pas dipergunakan untuk menghormati beliau adalah dengan menaruh replica kepala menjangan pada pelinggih menjangan seluang. Cerita ini mengandung makna bahwa beliau memasuki pulau Bali dengan misi yang suci. Walau beliau seorang raja, namun semua nafsu yang identik kearah itu sudah tidak ada.Beliau datang dengan penuh cinta kasih dan rasa percaya diri yang mantap untuk mengemban amalan Dharma.Bagaimanapun dinamika dan gejolak yang terjadi di pulau Bali,belum ada cerita yang menyebutkan bahwa beliau mengatasinya dengan kekerasan. Beliau hanya berusaha mengatasi dengan ajaran ajaran suci serta mengadakan perubahan-perubahan dalam sector ritual Dan. ternyata itu pula yang mampu meredam dan mengubah sebagian besar gejolak-gejolak yang ada hingga sekarang. 

Galeri Foto :







Putri & Wiwik

0 comments:

Post a Comment