Pages

Saturday, November 8, 2014

Pura Majapahit

a.    Sejarah Pura Majapahit






Pada jaman pemerintahan Anak Agung Ngurah Jembrana Ida Anak Agung atau Raja Jembrana ke I diwerehi tugas mengawasi keamanan daerah Malar ( Belambangan ) oleh Cokordo Nyoman Alangkajeng ( Cokordo Nyoman Munggur ) Ida Cokordo atau Raja Mengwi ke III julukan daerah Malar ( Belambangan ) dibawah kekuasaannya. Anak Agung Ngurah Jembrana dalam menjalankan tugas itu dibantu oleh dua orang putranya yaitu :
1.    Anak Agung Gede Agung
2.    Anak agung made ngurah

3.    Dan sebagai penasehat ialah Paman dan Ibundanya nama I Gusti Kalerdan Tabmung ( Klungkung ) keturunan Anglurah Kaler Pacikan.
Suatu peristiwa malapetaka menimpa Anak Agung Ngurah Jembrana yaitu putranya yang sulung nama Anak Agung Gede Agung meninggal dunia karena sakit dan wafatnya meninggalkan seorang putra belum dewasa nama Anak Agung Gde Jembrana sebagai pengganti Anak Agung Gede Agung selaku wakilnya ialah putranya yang kedua nama Anak Agung Made Ngurah. Pada suatu hari beliau meninjau ke daerah Malar ( Belambangan ) yang disebut Kerajaan Macan Putih dibawah Pangeran Mangkuningrat sebagai rajanya dibantu oleh adiknya nama pangeran Adikis dan patihnya ialah seorang bangsawan kepercayaannya Raja Mengwi yaitu I Gusti Ngurah dan Kaba-kaba diberi nama Raden Yamahgung Ronggosetoto ibu kotanya terletak di Malar Kabas ( Banyuwangi ) masih termasuk kawasan Belambangan. Kerajaan Macan Putih pusat Malar Katat Banyuwangi.Raja I Pangeran mangkuningrat, istrinya Nawang Sasi.Adik raja Macan Putih, Pangeran Wong Wilis.Patihnya I Gusti Ngurah dari Kaba-katat dan bergelar Raden Tumenggung Ronggo Setoto II. Pangeran Wing Wilis mendirikan kerajaan Kembali Bayu Songgon ( Regojampi ) termasuk Ker Kedowung Ker Belambangan jatuh tahun 1512. Sedari jatuhnya negeri Belambangan tahun 1512 jaman Dalem Watu Renggong tahun 1640.jaman Dalem Jegening tahun 1670. jaman Dalem Kerajaan Dimode yang kesemuanya masih berkedudukan di Gelgel tahun 1697. jaman Kerajaan Buleleng I Gusti Ngurah Panji Sakti dan tahun 1700 jaman kerajaan Mengwi Kedudukan kota Belambangan berpindah-pindah tempat dan terakhir pada itu ialah di Malar Kabat ( Banyuwangi ) kasih dari pinenyawan itu ialah semakin akrabnya persahabatan antara Kerajaan Macan Putih dan Jembrana hingga ganti berganti kungjung mengunjungi. Ketidak senangan Raja Macan Putih dibawah kekuasaan Raja mengwi yang waktu itu telah wafat dan belum ada penggantinya akhirnya dicetuskan di kota Malar beramai-ramai orang tingkat atas dan bawah masanya musim jangkrik maka Raja Macan Putih, Pangeran Mangkuningrat mengadu jangkrik melawan patihnya Raden Tumenggung Ronggo Setoto yang terdudukan jangkriknya Pangeran mangkuningrat kalah. Kekalahan ini mengakibatkan kemarahannya tidak terhingga sehingga jatuh korban jiwa yaitu Patih Ronggo Setoto dibunuh di desa Lugindo Rogojampi ( Banyuwangi ).Peristiwa yang sewenang-wenang ini diketahui oleh Pangeran Wong Agung Wilis yaitu adik raja Macan Putih untuk keselamatan daerah Macan Putih dimunculkan dan diminati ialah Pangeran mangkuningrat menghadap kepada Raja mangkuningrat minta maaf.Usul nasehat ini ditentang dan Pangeran Wilis Duwia. Dalam mengemudi pemerintahan Macan Putih di Malar ( Belambangan ).
Pangeran Mangkuningrat selalu berselisih pendapat dengan Pangeran Wilis sejak sedari lama dan kemungkinan perdamaian antara Macan Putih dan mengwi tidak berhasil dari itu Pangeran Wilis berangkat ke Mengwi untuk lapor dengan tidak singgah di Puri Gde Jembrana kepada Raja Anak Agung Ngurah Jembrana atau wakilnya ( Anak Agung Made Ngurah ) sebagai petugas pengawas keamanan di daerah Malar ( Belambangan ). Di perginya Pangeran Wilis ke Bali maka Pangeran mangkuningrat selalu gelisah, ketakutan dan khawatir dan berusaha minta pertolongan kepada Kompeni Belanda atau V.O.C tetapi tidak mau menolongnya tiada antara lama datangnya panggilan dari kerajaan Mengwi agar beliau datang menghadap dengan raja dan jika tidak mau akan dijalankan kerajaan sehubungan dengan itu Pangeran Mangkuninrat Raja Macan Putih terpaksa memenuhi panggilan itu untuk mendapat belas kasihan, Raj mengwi bersama keluarganya istrinya Nawang sasi diajak bersama turun dipesisir Perancak dan singgah di Puri Gde Jembrana bersama dengan Anak Agung Gde Ngurah. Kedatangan Pangeran Mangkuningrat Raja Macan Putih bersama keluarganya diterima dengan baik dan ditanya tentang keperluannya dan mendapat jawaban akan pergi menghadap Cokordo Raja Mengwi. Karena mendapat panggilan dan meminta dengan hormat agar Anak Agung Made Ngurah maka menghantarnya, berhubung beliau ada kemungkinan menghadap ke Mengwi akan mendapatkan malapetaka tetapi dengan tidak diterangkan peristiwa atas kematian Patih Raden Tumenggung Ronggo Setoto itu.
Karena Anak Agung Made Ngurah betul-betul tidak mengetahui tentang peristiwa itu walaupun sebagai petugas mengawas keamanan daerah Malar dan berhubung Pangeran Wilis langsung melapor ke Mengwi dan tidak singgah di Jembrana maka dianggap jujur keterangan Pangeran Mangkuningrat apa pula bersama keluarga. Berhubung dijalan itu Anak Agung Made Ngurah terus membujuk Pangeran Mangkuningrat bersama keluarga agar segera berangkat ke Mengwi dengan perjanjian yang dilakukan di Pemerajan bahwa Anak Agung Made Ngurah telah diutus mengantar ke Mengwi dan apabila Pangeran mangkuningrat bersama keluarga sampai mendapat malapetaka korban jiwa, maka Anak Agung Made Ngurah dengan Ihklas akan turut berkorban jiwa dan sebagai waktu perjanjian itu diberikan beberapa orang pengirng yang dipimpin oleh Pan Tabah untuk segera pulang ke Jembrana memberitahukan apabila sampai kejadian malapetaka sebagai tersebut begitulah akrabnya persahabatan antara Anak Agung Made Ngurah dengan Pangeran mangkuningrat yang digant juga. Atas perjanjian ini puaslah lalu bersama keluarga berangkat menghadap ke Mengwi diiringi oleh puluhan orang dipimpin oleh Pan Tabah, sesampai Pangeran Mangkuningrat ( Raja Macan Putih ) sekeluarga dan rombongan di Mengwi diterima sebagaimana mestinya di Puri Agung dengan keterangan bahwa pada waktu itu raja Mengwi Cokordo Made Munggur telah wafat dan meninggalkan putra yang masih belum dewasa dari kekuasaan pemerintah dikuasakan pimpinan kepada bangsawan dari Puri Sibang Gede nama I Gusti Agung Kamasan dan urusan Pangeran Mangkuningrat ada dalam kekuasaannya sesuai dengan tugasnya dalam perkara ini segala kesalahan telah diakuidengan disertai mohn pengampunan namun keputusan hukuman mati dijatuhkan kepadanya, karena hutang jiwa harus dibayar dengan jiwa pula.
Hukuman ini diterima olehnya dengan permohonan agar keluarga jangan diikutsertakan. Inti pertimbangan apa maka Pangeran mangkuningrat bersama keluarga menjalankan hukuman mati di desa Seseh dan sebelum beliau wafat ada mengeluarkan kutukan berhubung keluarganya yang tidak bersalah tak turut dibunuh. Atas kejadian ini Pan Tabah serta rombongan pengiring Raja Macan Putih dengan tergesa-gesa setelah mendapat ijin kembali ke Jembrana untuk memberi laporan.Pada waktu siang hari Anak Agung Made Ngurah selalu berkiat dan menjengkelkan, pusaka Pajenengan nama Tatasa atas hadiah Raja mengwi, Cokordo Nyoman Alangkajeng kepada Anak Agung Ngurah Jembrana Raja Jembrana I yaitu ayahanada duduk diatas batu besar sebagai tempat duduk sehari-hari bila keluar puri terletak di Jaba Jero Puri dihadap oleh parekan parekan tiada antara ia datanglah Pan Tabah bersama rombongan yang llau dipersilahkan masuk kedalam Puri sedangkan Pan Tabah dipanggil menghadap untuk dimintai keterangan tentang Pangeran Mangkuningrat oleh Pan Tabah lalu dilaporkan bahwa beliau telah wafat bersama keluarga di tanah di desa Seseh dengan dikuatkan oleh sumpah atas kebenaran laporannya Anak Agung Made Ngurah terkejut dan ingat akan janji untuk bersama-sama mati hanya sayangnya sampai saat itu beliau belum mengetahui atas kesalahannya. Raja Macan Putih bersama keluarga sampai dikenakan hukuman mati setelah menangkan pikirannya, lalu memerintahkan Pan Tabah menghunus keris Tatasan yang dibuka kulitnya agar ditikamkan kearah punggung beliau.

Pan Tabah dengan memberanikan diri dan setelah menyembah lalu mematuhi perintah itu dan melaksanakan, kemudian keris tembak ketangan Anak Agung Made Ngurah yang menolong tak sadarkan diri dan wafat ketika dengan penuh berlumuran darah dan tangan memegang keris terhunus parekan-parekan yang menghadap yang tidak tahu persoalannya lalu Pan Tabah dikeroyok dan dipukulinya bersama hingga Pan Tabah ke tenggara dan sampai di Desa Pacikan dan menemui ajalnya. Keributan ini diketahui oleh Raja Anak Agung Ngurah Jembrana dan memerintahkan agar jangan sampai mengorbankan jiwa lain-lain keluarga Pan Tabah.Perintah ini dipatuhi dan kejadian ini pada tahun 1764.
Berselang tiga harinya datanglah Wong Agung Wilis ( Pangeran Wilis ) dan Malar ( Belambangan ) menghadap Raja Anak Agung Ngurah Jembrana melaporkan tentang peristiwa Raja Macan Pitih tetapi telah terlambat, karena sudah jatuh dua korban jiwa yaitu :
1.        Anak Agung Made Ngurah
2.        Pan Tabah.

Setelah wafat Raja Macan Putih di Mengwi Seseh Wong Agung Wilis membentrok karajaan-kerajaan Kadawung ( juga masih masuk wilayah Belambangan ). Rombongan rakyat pengiring almarhum Raja Macan Putih kebanyakan tinggal ( menetap di Jembrana yang beragama Hindu dan Islam kemudian mendirikan sebuah pura dengan nama Majapahit untuk tempat memuja arwah Almarhum karena beliau adalah keturunan Dalem Jun Raja Belambangan I yang asal dari Majapahit ( Mpu Kepakisan ) dan dibelakang pura, tumbuhan kayu dipelihara agak menyerupai hutan guna tempat persimpangan Macan Putih, terletak di Desa Banyubiru dan disebelah menyebelah pura itu adalah perkampungan bekas pengiring yang beragama Islam dan hingga sekarang turuntanya mempergunakan bahasa Jawa using jika odalan pura datang maka segala upacara yang ada hubungannya dengan daging, hanya memakai daging ayam. Adapun almarhum Anak Agung Made Ngurah meninggalkan seorang putra nama I Gusti Ngurah Putu Pasatan ditempatkan di luar pura Gede yang dinamakan Jro Raid an kemudian menurunkan para bangsawan ( I Gusti Ngurah ) di Jero Anom, Jero Anyar, Jero Oka dan Jero Taman, beliau dinamakan Raja Dewata Lebar Kareduk Luharing Watu Batu tempat duduknya hingga sekarang masih tersimpan di Jro Raid an Keris Tatasan tersimpan di Puri Agung Negara. Adapun kburan Pangeran Mangkuningrat bersama keluarganya di Seseh merupakan keramat keluarga di Seseh dan dipelihara oleh turunan bangsawan Puri Sibang Gede hingga sekarang.Disalir diturun oleh Anak Agung Putu Makajapong Lingsir Puri Agung di Negara untuk dikirim ke Puri Agung di Mengwi diaturkan kepada Anak Agung Gde Oka Cokordo Puri Agung Mengwi.


b.    Foto Beserta Nama Pelinggih
a.    Taksu  

                                                          
 b. Maijang Sluwang



c.Alambangan        
 




                                             
 d. Meru Tumpang Tiga



e.Padmasana       
                                                     



f. Meru Tumpang Lima


 








  







Dwitya & Amelia 




0 comments:

Post a Comment