Pages

Sunday, November 9, 2014

PURA TELAGA WAJA

PURA TELAGA WAJA


A. Letak Pura Telaga Waja
Pura Telaga Waja terletak di Banjar Kapitu, Desa Kendran, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar. Pura Telaga Waja berjarak ± 4 km dari Ubud.

B. Sejarah Pura Telaga Waja
Pura Telaga Waja merupakan sebuah pathirtan yang sangat kuno dan sakral. Menurut keterangan dari Dinas Purbakala, Pura Telaga Waja sudah berumur 1.000 tahun. Dibangun di abad ke-10 Masehi sebagai pusat pertapaan suci dari para bhiksu Buddha Kasogatan.

Nama asli jaman kuno dari Pura Telaga Waja adalah Talaga Dhvaja. Ini diketahui dari naskah klasik Nagarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca pada abad ke-13 Masehi. Tertulis bahwa di Pulau Bali terdapat sebuah pusat pertapaan Buddha Kasogatan yang penting yang bernama Talaga Dhwaja. Cap atau segel tandanya adalah sebuah simbol berbentuk mirip huruf H. Kalau kita berkunjung ke Pura Telaga Waja kita masih dapat melihat pada salah satu ceruk adanya sebuah relief segel dengan simbol berbentuk mirip huruf H. Darisini kita bisa mengetahui betapa pentingnya posisi Pura Telaga Waja di jaman kuno dulu, bahkan sampai dimuat di dalam naskah klasik Nagarakretagama yang ditulis di 
Pulau Jawa. 

  

Gambar : Relief cap atau segel berbentuk mirip huruf H


Selain Nagarakretagama, juga terdapat naskah-naskah tua lainnya yang memuat tentang Pura Telaga Waja. Di dalam Prasasti Bulian disebutkan bahwa bila sering mandi melukat di pathirtan Telaga Waja yang berumur sekitar 1000 tahun ini, akan berguna untuk kesembuhan badan, kesembuhan pikiran dan mendapat kesejahteraan.
Di dalam lontar Dharma Yoga Samadhi terdapat sebuah petunjuk untuk melakukan mandi melukat sebanyak 7 [tujuh] kali kesempatan di pathirtan Telaga Waja ini. Tujuannya untuk membersihkan segala mala [kekotoran diri] dan membuka lebar jalan pencerahan. 
Jadi Pura Telaga Waja adalah sebuah parahyangan suci yang dibangun di abad ke-10 Masehi [sudah berumur 1.000 tahun], nama aslinya adalah Talaga Dhwaja dan selama ratusan tahun merupakan pusat pertapaan suci yang penting dari para bhiksu Buddha Kasogatan. Pada abad ke-13 Masehi, Telaga Dhwaja sudah menjadi pusat pertapaan yang penting dan terkenal, bahkan dikenal sampai ke ibukota Kerajaan Majapahit [sebagaimana yang termuat dalam naskah klasik Nagarakertagama].

Mandala Pura
Dari gedung balai banjar dari Banjar Kapitu, kita berjalan kaki ke barat menyusuri jalan tanah melewati perumahan penduduk, areal persawahan dan kemudian menuruni puluhan anak tangga yang landai melewati tegalan penduduk.

  
Gambar : Melewati persawahan menuju tangga ke Pura Telaga Waja
Di ujung tangga kita akan sampai di sebuah jembatan. Di bawah jembatan ini melalui celah yang sangat sempit dan dalam, mengalir Sungai Kenderan. 



         
Gambar : Jembatan di atas Sungai Kenderan
Jembatan ini merupakan batas wilayah secara niskala dari rencang-rencang pura, sehingga jangan lupa haturkanlah canang dan rarapan di jembatan ini. Sekitar 3 meter berjalan melewati jembatan, di sebelah kiri terdapat sebuah tangga kecil turun dan di bawah sana ada palinggih penjaga niskala Pura Telaga Waja. Jangan lupa berhenti sejenak untuk menghaturkan canang dan rarapan disini.


                                             
Gambar : Pelinggih penjaga niskala Pura Telaga Waja

Kemudian lanjutkan perjalanan melewati jalan datar sekitar 10 meter dan kita akan bertemu tangga bercabang. Tangga kecil ke kanan merupakan jalan menuju pura bagian atas dari Pura Telaga Waja. Pura ini jauh lebih muda usianya dari Pura Telaga Waja yang kuno. Di dalam pura ini kebanyakan palinggih adalah merupakan palinggih pesimpangan. Sedangkan tangga menurun curam ke bawah merupakan jalan menuju Pura Telaga Waja yang kuno.

                                             
Gambar : Pura Telaga Waja bagian Atas
Anda boleh terlebih dahulu sembahyang di Pura Telaga Waja bagian atas ini, baru kemudian turun ke Pura Telaga Waja yang kuno. Atau boleh juga langsung saja turun ke bawah menuju Pura Telaga Waja yang kuno.

                                          pertama Pura Telaga Waja
Gambar : Tangga menurun curam menuju pelataran  
Sampai di ujung tangga menurun curam ke bawah, kita akan sampai di pelataran pertama pusat pertapaan kuno Talaga Dhvaja yang disebut-sebut di dalam naskah klasik Nagarakretagama.

                           Gambar : Pelataran pertama Pura Telaga Waja
Luas pelataran pertama ini adalah 9,5 x 8,5 meter. Di pelataran ini sesungguhnya terdapat 4 buah ceruk pertapaan, tapi hanya 2 yang masih utuh. Yang masih utuh yaitu 1 ceruk di bagian utara dan 1 ceruk di bagian timur. Sedangkan 2 ceruk pertapaan yang sudah hancur berada di bagian selatan pelataran ini.    
                   
 Gambar : Dua celuk pertapaan yang sudah hancur

Di sebelah barat atau sisi kanan ceruk yang hancur ini terdapat relief cap atau segel simbol yang bentuknya mirip huruf H sebagaimana disebutkan di dalam naskah Nagarakretagama. Menuruni beberapa anak tangga dari pelataran pertama ini kita akan sampai di pelataran kedua yang letaknya lebih rendah. Di pelataran kedua inilah terdapat genah melukat dari Pura Telaga Waja dengan 11 pancoran. Disini adalah tempat bagi para pemedek untuk bersama-sama melakukan persembahyangan, meditasi dan melukat. Di sebelah barat cukup jauh dibawah dari pelataran ini dengan dibatasi tembok, terlihat aliran dari Sungai Kungkang. Jadi sesungguhnya lokasi Pura Telaga Waja ini diapit oleh dua buah sungai, yaitu Sungai Kenderan dan Sungai Kungkang. Ratusan meter di selatan Pura Telaga Waja kedua sungai ini menyatu menjadi campuhan.                                               
                   
Gambar : Pelataran kedua tempat sembahyang, meditasi dan melukat


Sampai di pelataran kedua ini haturkanlah pejati atau canang. Tapi ingat dresta di pura ini kita tidak boleh naik ke kolam suci diatas tanpa seijin jro mangku sebagai jan banggul pura. Jadi kalau tidak mendak jro mangku, kita cukup haturkan pejati atau canang pada bataran kecil dari batu bata di ujung atas tangga naik ke pelataran ketiga.
                         tangga 
Gambar : Haturkan persembahan di bataran batu bata di ujung atas


Di pelataran ketiga yang terletak lebih tinggi dari pelataran kedua, merupakan mandala pura yang sangat disakralkan. Tidak boleh sembarangan naik ke pelataran ketiga, ini tanpa seijin dari jro mangku sebagai jan banggul pura.


  
Gambar  : Pelataran ketiga yang sakral




Pada pelataran ketiga ini terdapat dua buah kolam suci.
Kolam suci pertama yang berukuran 7,4 x 4,2 meter terletak di teras utara yang lebih tinggi dari teras selatan.  Kolam suci ini dikelilingi oleh 3 buah ceruk pertapaan, yaitu 1 ceruk di bagian utara dan 2 ceruk di bagian barat kolam suci. Sebuah arca ditempatkan di bagian selatan kolam sebagai pancoran yang mengalirkan air suci. 

 
Gambar : Kolam suci pertama dengan dua ceruk pertapaan



Ini berarti secara total di keseluruhan Pura Telaga Waja terdapat 7 ceruk pertapaan. Dimana ceruk-ceruk ini pada jaman kuno dulu digunakan sebagai tempat meditasi.
Kolam suci kedua berukuran 8 x 6 meter terletak di teras selatan yang lebih rendah dari teras utara. Terdapat 11 pancoran di kolam suci yang sangat sakral ini. Sesuai dengan dresta pura, dilarang untuk mandi atau melukat di kolam suci yang sangat sakral ini. Di kolam suci ini terdapat duwe dari Pura Telaga Waja, yaitu berupa be julit [belut] besar. Duwe ini tidak sembarangan muncul, hanya muncul sebagai cihna [pertanda] ketika sebuah upacara atau puja berjalan dengan baik dan mendapat pemberkatan dari Ida Btara penguasa niskala wilayah dari lokasi Pura Telaga Waja. 

 
Gambar : Kolam suci kedua dengan 11 pancoran



Di bagian timur dari teras selatan ini terdapat palinggih Ida Btara penguasa niskala wilayah dari lokasi Pura Telaga Waja. Di belakang palinggih ini terpahat pada tembok tebing terpahat candi yang bentuknya sudah tidak utuh lagi dan tidak jelas. Candi inilah yang sesungguhnya disebut sebagai Candi Talaga Dhwaja.
    Gambar : Palinggih Ida Btara dan Candi Talaga Dhwaja


C. Pelinggih-Pelinggih Di Pura Telaga Waja
a. Pelinggih Di Jeroan
1. Pelinggih Pangrurah
 Pelinggih Pangrurah adalah pelinggih Sanghyang Widhi sebagai manifestasi Bhatara Kala, pengatur kehidupan dan waktu.

2. Penyimpenan 
     


   
Ada tiga pelinggih penyimpenan Ida Bhatara di Pura Telaga Waja.

3. Pelinggih Gunung Lebah
Pelinggih Gunung Lebah adalah tempat berstananya Bhatara di Gunung Lebah.






4. Pelinggih Gunung Agung
Pelinggih Gunung Agung adalah tempat berstananya Bhatara di Gunung Agung.











5. Taksu 
Pelinggih Taksu adalah pelinggih Sanghyang Widhi dalam manifestasi sebagai Bhatari Saraswati (sakti Brahma) penganugrah pengetahuan.




6. Piasan Ageng
Piasan merupakan tempat untuk menghaturkan sesajen / banten.







7. Pengaruman
Pengaruman adalah tempat berstananya semua dewa – dewa (Ista Dewata).










8. Peselangan
Peselangan biasanya digunakan untuk menaruh banten dan tempat pemangku ngaksawang.






9. Panggungan
 Panggungan biasanya tempat banten / tapakan saat ada piodalan.






10.Bale Kulkul
Bale Kulkul, yang posisinya lebih tinggi daripada bangunan lainnya, terdiri dari 2 buah kulkul yang mencerminkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dibunyikan sebagai alat komunikasi untuk kegiatan keperluan/ piodalan di Pura Telaga Waja.





b. Pelinggih Di Beji
Pelinggih di Beji ada satu. Dimana yang berstana di pelinggih tersebut adalah Bhatara Wisnu.






c. Pelinggih Di Jembatan Pura
Sekitar 3 meter berjalan melewati jembatan, di sebelah kiri terdapat sebuah tangga kecil turun dan di bawah sana ada palinggih penjaga niskala Pura Telaga Waja. Jangan lupa berhenti sejenak untuk menghaturkan canang dan rarapan disini.


Lisna & Widhiastini

0 comments:

Post a Comment