Pages

Sunday, November 9, 2014

Pura Sebatu

Pura Sebatu, sungguh indah dan menarik, sangat berpotensi untuk dikembangkan pada konsep wisata spiritual. Pemandangan alam yang indah, air yang jernih dan suasana magis sungguh terasa begitu memasuki areal Pura Sebatu. Bagi kawan-kawan yang suka melakukan kegiatan spiritual, sungguh merupakan kewajiban untuk berkunjung ke Pura ini. Berdasarkan cerita dari mulut ke mulut, Pura Sebatu merupakan Pura yang sangat keramat, magis dan baru-baru ini saja dibuka untuk khalayak ramai.
Untuk mencapai lokasi ke Pura Sebatu, dari Singaraja ke Ubud (Gianyar), kemudian ke Tegalalang. 



PANUGRAN DEWI UMA PANGLEBUR MALA
Pasiraman Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti salah satu tempat yang diyakini mempunyai kesucian. Karena lokasi ini menjadi taman beji Ida Bhatara Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti. Lokasi ini terdapat di Banjar/Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali. Menemukan tempat pasiraman ini tidak begitu mudah, Karena lokasinya agak tersembunyi dari jalan utama.

Untuk mencapai tujuan genah/tempat malukat, bisa dengan segala jenis kendaraan. Jalan tidak masalah, fasilitas jalan cukup baik. Setelah ketemu lokasinya, di sana sudah ada tempat parkir yang cukup luas. Selanjutnya perjalanan diteruskan ke arah kanan menuju arah timur. Kurang lebih 300 meter, ada jalan setapak yang tidak begitu lebar. Jalan menurun dengan tangga atau undag-undag yang jumlahnya cukup banyak sekitar ratusan..

Air terjun yang terdapat di Pasiraman Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti, menurut Jro Mangku Made Tantra yang tinggal di Banjar Sebatu, Tegallalang, Gianyar, sudah ada sejak dulu. Memang awalnya sudah napet, air terjun yang tidak begitu tinggi adalah kehendak alam yang mengucur sepanjang zaman. Hanya saja, belum dikenal sebagai genah (tempat) malukat.

Dikatakan Made Mantra bersama rekannya Jro Mangku Adi Armika yang ngayah di Pura Dalem Pingit. 

Jika seseorang melakukan pengelukatan di air terjun ini ada keunikan, di mana airnya berwarna yaitu warna Warna putih keruh, seperti air beras, warna seperti air teh atau warna merah, warna kekuning-kuningan tampak keruh (puek), tapi ada juga tidak berwarna sama sekali (murni) .

Setelah malukat, air yang ada di bawah kembali normal, artinya tidak berwarna lagi. Jro Mangku tidak berani spekulasi, apakah warna tersebut penyakit yang keluar dari mereka yang malukat, Jro Mangku enggan memberikan komentar, nanti takut salah.

“Yang jelas, kalau ada orang malukat, airnya menjadi keruh dan berwarna, tergantung orang yang malukat. Hanya saja, tidak semua mampu melihatnya. Terkadang bisa dilihat oleh orang banyak.

Cerita demi cerita, di mana kebenaran air ada keunikannya dengan adanya tiga warna, prajuru Desa Sebatu mengadakan paruman atau Jro Mangku bilang mengadakan pararem. Dilakukan pamendakan tirta yang keluar di tempat. Setelah dipendak, urai Jro Mangku Made Mantra, digelar pararem kembali mohon secara niskala kepada Ida Ratu Sanghyang Pujung Kaja, Sebatu, Tegallalang.

Dengan adanya berbagai keunikan, berdasarkan bawos niskala juga, tidaklah salah air atau tirta yang menjadi pasiraman Ida Bhatara yang malingga di Pura Dalem Pingit dan Pura Kusti banyak menyimpan rahasia. Seperti dikatakan Jro Mangku Made Mantra yang sudah menjadi pamangku sejak kelas 2 SD, terdapat berbagai fungsi dari tirta yang ada dipasiraman. Dari kegunaan yang telah menjadi paican Ida Bhatara adalah: Kageringan, kageringan Pegawian Teluh Desti Teranjana, yang belum punya keturunan, juga sudah terbukti.

Tidak hanya sampai di sana, sekali lagi, prajuru kembali menggelar paruman (pararem) mohon petunjuk di mana dapat keputusan akan menghaturkan sane Jro Makalihan dipersilakan (kahaturan) melihat tempat malukat tersebut. Atas petunjuk yang ada, selanjutnya dibuatkan palinggih.

Setelah datang Jro Makalihan dan melakukan sembahyang, lagi karauhan (dites) dengan api. Ternyata yang karauhan tidak panas dengan api dan tidak basah dengan air. Dengan dilakukan acara tersebut, ternyata Ida Bhatara lagi mapaica secara niskala, dikatakan tirta yang keluar dari goa, adalah panugran Ida Dewi Uma.

Khusus bagi yang belum punya keturunan atau momongan, terutama pasangan suami istri, agar melakukan panglukatan sesering mungkin. Dianjurkan pasangan suami istri melakukan malukat bersama. Paica yang satu ini sudah dibuktikan dengan adanya umat atau penangkilan yang manghaturkan sasangi. Ada yang datang dari Petang, Badung, dari Lodtunduh, Gianyar dan banyak lagi yang datang naur sasangi (membayar kaul yang dimohonkan ketika malukat). Sekali lagi, harap Jro Mangku, bagi yang belum punya keturunan agar malukat bersama 


Adapun sarana-sarana untuk penangkilan / melukat disini yaitu:
1.daksina pejati,terutama bagi mereka yang pertama kali melukat.
2.pejati yg dibawa hendaknya berisi pisang/biu kayu, berisi bunga tunjung warna bebas.
3.sarana muspa menggunakan kuangen dengan menggunakan bunga jempiring,sekar tunjung biru & pis bolong (uang bolong) 11 kepeng.      
4. Pakaian yg di pakai nangkil yaitu pakaian adat bali, dimana pada saat melukat boleh hanya memakai kain kamen dan disarankan untuk tidak memakai perhiasan.



tata cara melukat adalah sebagai berikut :

1.melakukan persembahyangan di pelinggih pura dalem pingit & kusti yang  letaknya agak diatas dari tempat pesiraman,dengan menggunakan sarana kewangen. biasanya dipimpin oleh pemangku pada saat hari keagamaan spt purnama, kajeng kliwon, dsb.
2.usai sembahyang,kewangen yang ada  uang kepengnya dibawa kelokasi melukat. caranya, kewangen di letakan di depan jidat atau ubun ubun seperti saat kita  muspa, dengan membasahi kepala dan ubun ubun, setelah kepala basah lepas kewangan agar hanyut bersama air.
3.setelah selesai melukat,pemedek sembahyang sekali lagi di pelingih yang ada di dekat batu, sekalian nunas tirta dan bija.


Lampiran Foto :








Nia & Redi

0 comments:

Post a Comment