Pages

Sunday, November 9, 2014

Pura Ulundanu Batur

1. Sejarah

A. Danau dan Gunung Batur Mitos Kekunaan Desa Batur- Kintamani

Membicarakan desa pakraman Batur Kintamani dalam kekunaan situs-situs peradaban yang ada tidak dapat dilepaskan dari keberadaan danau dan gunun Batur sendiri. Betapa tidak keberadaan situs-situs kekunaan di desa Pakraman Batur Kintamani semuanya berlatarbelakang dari wacana mitos- ideologis kehadiran danau dan gunung Batur sendiri. Karena itu, argumen yang paling akurat dan paling awal menjelaskan kekunaan desa Pakraman Batur Kintamani adalah dengan menghadirkan penjelasan mengenai keberadaan Danau Batur dan Gunung Batur.

Danau Batur sangat berkaitan erat dengan Gunung Batur, yang memiliki ketinggian 1031 meter di atas permukaan laut, sehingga dengan mudah mengaliri daerah-daerah yang lebih rendah. Ada apa pada kedua situs alam ini ? secara fisik dari salah satu lubang Kepundan Gunung Batur itu mengeluarkan air dan alirannya itulah yang membentuk genangan air danau yang di beri nama Danau Batur. Kata Batur selain menjadi nama salah satu gunung berapi dan danau terbesar di Bali, menjadi pula nama salah satu dari enam desa kuna yang terletak dipinggir danau Batur. Desa-desa lainnya adalah Desa Songan, Abang, Trunyan, Buahan dan Kedisan. Letak desa-desa ini terpencar mengelilingi Danau Batur dan disebut Desa Wintang/Bintang Danu. Secara geografis Desa Songan dan Desa Batur  berada diantara Gunung dan Danau Batur. Danau ini menjadi pusat pengairan dari sebagaian besar sawah-sawah yang ada di Bali, meliputi Kabupaten Bangli, Gianyar, Klungkung, Buleleng, tabanan dan Badung. Kabupaten Tabanan secara khusus mendapat pengairan dari Danau Beratan. Danau ini dianggap mempunyai hubungan yang erat dengan Danau Batur. Keberhasilan sawah-sawah di kabupaten tersebut sangat tergantung pada pasang surut keadaan air Danau Batur. Oleh karena itu, di madianing (pertengahan) Gunung Batur berdekatan dengan Desa Batur, di bangun tempat memuja  Ida Sang Hyang Widhi/Tuahan sebagai Pencipta, Pemelihara, Sumber segala serta pemberi eksistensi kepada Danau dan Gunung Batur. Walaupun tempatnya di madianing gunung Batur tetapi pemujaan diutamakan kepada Sang Hyang Widhi sebagai pemberi eksistensi kepada Danau Batur. Hal ini mengingat danau Batur lebih dominan dari gunung batur khususnya di bidang pertanian. Bhatari Dewi Danuh atau Bhatari  Dewi Danu, Sang Hyang Widhi/Tuhan Yang Maha Esa dalam kemahakuasaan-Nya menganugerahkan kemakmuran di jagat Raya. 
a. Sejarah Danau Batur
Sejarah desa pakraman Batur yang berlokasi di Kalanganyar ini berkaitan erat dengan keberadaan peristiwa alam meletusnya Gunung Batur dan usaha menyelamatkan Pura Ulun Danu Batur dari erupsi-erupsi gunung Batur pada masanya dan juga di masa-masa mendatang. Seperti telah diketahui Gunug Batur merupakan salah satu gunung berapi yang ada di Bali. Gunung ini sampai sekarang masih sering mengepulkan asap yang menandakan gunung ini masih aktif. Tidak diketahui dengan pasti kapan gunung ini pertama kali meletus.  Para ahli geologi memperkirakan bahwa gunung Batur telah meletus beberapa ribu tahun lalu. Sebagain dari lubang kepundannya tergenang air kemudian berubah menjadi sebuah danau sekarang dikenal dengan nama Danu/ Danau Batur. 
Sebagaimana diketahui; bahwa di madianing Gunung Batur, berdekatan dengan danau dan Desa Batur, dibangun sembilan buah pura (11 pelebahan) yang menjadi satu kesatua yang disebut Pura Ulun Danu Batur. Kesebelas pura itu adalah Pura Jati, Pura Tirtha Bungkah, Pura Thirta Mas Mempeh, Pura Taman Sari, Pura Sampian Wangi, Pura Gunarali, Pura Padangsila, Pura Jaba Kuta, Pura Batu Sepit/Batu Rupit, Pura Pelisan dan Pura Pasar Agung. 
Berdasarkan beberapa sumber yang sempat dibaca, mislnya Lontar Purana Tatwa yang menceritakan berbagai hal mengenai kekerabata antara kerajaan majapahit dengan kerajaan-kerajaan di Bali,  seperti Kerajaan Gelgel, Bangli, Taman Bali, Nyalian, dan yang lainnya. Dinyatakan bahwa kerajaan-kerajaan itu mempunyai tugan serta hubungan erat dengan Pura Batur dan Pura Besakih. Ini menunjukan bahwa Pura Batur sudah ada pada abad ke-13, karena kerajaan Majapahit di Jawa Timur baru berdiri pada tahun 1293 Masehi.
Dari sumbertertulis yang ada mencatat bahwa Gunung Batur telah meletus beberapa kali. Pada tahun 1917 tercatat letusan yang sangat dahsyat, menewaskan 1000 penduduk serta merusakkan hampir 2500 pura. Kemudian pada tahun 1926 terjadi pula letusan yang cukup dahsyat menyebabkan Pura Ulun Danu Batur meliputi 11 pelebahan ( 11 Buah Pura) yang ada di madianing Gunung Batur dipindahlan ke daerah Kalanganyar dekat Kintamani. Pada posisi tempat inilah dibangun kembali 9 pelebahan pura sesuai dengan denah serta dengan bentuk semula, semasih  berlokasi di madianing Gunung batur berdekatan dengan Danau batur.  Pura ini disebut sesuai dengan nama semula yaitu pura Ulun Danu Batur, walaupun letaknya tidak masih berdekatan dengan Danau Batur. Rupanya ada beberapa pura yang tidak bisa dipendahkan untuk selamanya terutama yang berkaitan dengan tirtha (air suci) sehingga setelah keadaan memungkinkan, pura-pura tersebut perlu dibangun kembali berdekatan dengan danau Batur, misal Pura Jati, Pura Tirta Bungkah, Pura Tirta Mas Mempeh, dan lain-lainnya. 
Mengenai keberadaan daerah kalanganyar ini disebut di dalam Raja Purana Pura Batur 49a1. Sebagai berikut:
“nghing wusampun ginanti paryyangan ira batara, ring tampuryyang nguni, mangke hana mungwing kalanganar ngaran batur kalanganar. Apan nguni purwa telas tening karuganiana paranganangni, wetu saking madyaning giri”.
Danu Batur yang baru dipindahkan. Desa-desa yang berdekatan dengan daerah kalanganyar adalah : desa bayung Gede, Buahan, Sekardadi, Bonyoh, Pasi Belatungan (lateng), Blancan, selulung (petak cemeng), Tajun (pakisan), dan desa sri batu. Desa-desa ini berada di wilayah kecamatan kintamani. Dalam hubungannya dengan Pura Ulun Danu Batur/Pura Batur, desa-desa ini merupakan Batun sendin ida bhatari , menjadi pendukung utama dalam penyelengggaraan upacara yadnya serta menjaga pura Ulun Danu Batur, yang pada  mulanya berada di madianing gunung batur.
Daerah kalanganyar yang pada mulanya menjadi lokasi baru dari pura Ulun danu batur, menjadi pula tempat tinggal baru bagi masyarakat desa Batur yang ikut dipindihkan karena mempunyai tugas dan kewajiban untuk menjaga serta menyelenggarakan upacara-upacara di Pura Ulun Danu Batur yang baru dipindahkan itu. Mereka bertempat tinggal di sekitar Pura Ulun Danu Batur dan tempat mereka yang baru ini di sebut Desa Batur.
Dalam mengemban tuga sini mereka di pimpin oleh Jero Gede Makalihan, yaitu Jero Gede Kanginan (duwuran) dan Jero Gede Kawan (alitan). Disamping mmimpin masyarakat desa Batur untuk menjaga serta menyelenggarakan aci (upacara). Jero Gede Makalihan mempunyai tugas dan kewajiban mengingatkan para anggota subak agar menghaturkan sarin tahun sesuai dengan ucap Raja Parana Pura Batur. Kepala Sang Maa Rat (raja) di Bali. Jero Gede Makalihan berkewajiban untuk mempermaklumkan keadaan pura serta aci yang terselenggara ataupun yang tidak bisa dilakukan. 
Pada masa lampau dapat dibayangkan kesulitan yang harus mereka hadapi  mengingat daerah pertanian serta mata pencaharian berada di kaki Gunung Batur dan danau Batur (menangkap ikan). Walaupun demikian mereka tidak berani meninggalkan daerah batur dalam arti meninggalkan Pura Ulun Danu Batur, untuk menetap kembali ditempatnya semula. Angkutan yang ada pada masa lampau sulit didapatkan. Itupun sangat terbatas jumlahnya. Syukurlah sekarang sudah ada jalan menuju danau Batur yang bisa dilalui kendaraan bermotor dan sebagian sudah diaspal.kesulitan yang harus dihadapi di daerah Batur ialah maslah air. Walaupun sekarang sudah ada bantuan pemerintah, tetapi kadang-kadan masih dirasakan adanya kekurangan air terutama di musim kemarau. 
Betapa pun aneka kesulitan yang mereka harus hadapi, masyarakat Desa Batur tetap menyertai (ngiring) Ida Betari Dewi Danu, patuh melaksanakan tugas serta kewajibannya, sampai sekarang. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila keadaan Pura Ulun Danu Batur/Pura Batur yang ada di Baturndalam keadaan terpelihara. Perbaikan-perbaikan terus diadakan, aci-aci berjalan sebagaimana mestinya dan peralatan upacara dipelihara dengan baik. Satu hal yang tidak kalah pentingnya dan menjadi kunci keberhasilan Jero Gede Mekalihan serta masyrakat Desa Batur dalam melaksanakan tugasnya ialah ketaatan para anggota subak untuk menghaturkan sarin tahun, sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Raja Purana Pura Batur. Kelalaian para anggota subak menjadi kewajiban Jero Gede Mekalihan untuk mengingatkannya. Pada masa lampau hal inipun menjadi masalah karena terbatasnya kendaraan serta jarak yang harus ditempuh, cukup jauh.
Perlu dicatat bahwa untuk memindahkan Pura Ulun Danu Batur ke kalanganyar,  pemerintah Hindia Belanda yang berkuasa di Bali aktif berperan dalam membantu masyarakat dengan mengarahkan bogolan (narapidana) untuk ikut menyangkut bangunan serta pelinggih yang dibongkar dan peralatan upacara yang bisa diselamatkan. Dengan demikian banyak bahan-bahan yang bisa diselamatkan untuk membangun kembali Pura Ulun Danau Batur  di kalanganyar  (tempat baru/anyar).
Salah satu bahan bangunan yang masih asli terutama berupa kayu penuh ukiran serta berlapis air emas (maperada), yang disaksikan sampai sekarang ialah bangunan berupa pasamuhan agung/gedong yang terletak di halaman jeroan pura (ruang utama pura), berdiri dengan megahnya. Rupanya ada beberapa pelinggih/pura yang tidak bisa dipindahkan ke daerah kalanganyar, terutama yang erat hubungannya dengan permohonan air suci (tirtha) yang ada di danau Batu. Sampai sekarang yang sudah bisa dibangun agak ialah pura Jati dan Pura Tirtha Bungkah.pembangunan pura memang terus dilakukan, walaupun demikian kuantitas dan kualitas kesakralannya agar terus diusahakan. Masih ada beberapa yang dibangun disekitar Danau Batur, missal : di pelisan pura Pasar Agung, di Tirtha Mas Mempeh dan lain-lainnya. Sedangkan Pura Penataran agungyang merupakan pura Induk dari Pura ulun Danu Batur tetap berlokasi di daerah kalanganyar (disebut Batur) , walaupun beberapa pelinggih masih perlu disempurnakan. Akhirnya sebagai catatan perlu diketahui bahwa Pura Ulun Danu Baturyang berlokasi dikalanganyar dapat pula disebut pura Penataran Agung Batur. Haal ini dapat dibandingkan dengan Pura Sad Kahyangan yang ada di Besakih, yang umumnya disebut Pura Besakih adalah Pura Penataran Agung Besakih tempat berdirinya tiga buah padmasana, pada hal pura besakih terdiri dari 22 buah Pura, sedangkan Pura Ulun Danu Batur yang dipindahkan ke daerah kalanganyar terdiri dari 11 buah Pura. 
Desa batur yang terletak di kecamatan Kintamani adalah desa berusia  relatif baru terhitung sejak berdirinya, yaitu pada tahun 1926. Pendudukanya merupakan perpindahan dari Desa Batur lama yang terletak disebelah Barat Lereng Gunung Batur. Sebelum masa pemerintahan Dalem Waturenggong di Bali, desa Batur bernama desa sinarata dan Pura Ulun Danu Batur bernama Pura Tampurhyang. Kemudian dalam masa pemerintahan Dalem Waterenggong di Bali pada tahun 1460-1550 Masehi. Dalem Waturenggong mengganti nama Pura Tampurhyang yang merupakan linggih Bhatara Dewi Danuh atau Bhatari Ulun Danu menjadipura Batur dan Desanya menjadi Desa Batur. 
Pada tahun Caka 1534 (1612 Masehi) gunung Batur meletus dan menghujani desa sinarata dengan batu sertya serpihan material gunung, sehingga menimbulkan kerusakan luar biasa di mana-mana. Kemudian pada tahun Caka 1622 (1700 Masehi) banyak rumah-rumah warga di desa sinarata terbakar terkena semburan api dan hawa panas yang turun dari kawah gunung yang menggelegar memuntahkan aneka material. Kembali pda tahun Caka 1706 (1784 masehi) gunung batur mengeluarkan lahar panas yang mengalir ke danau Batur, di samping banyak rumah penduduk yang hanyut terbawa lahar banyak pula penduduk yang meninggal dan pada waktu itu muncul gunung kecil baru di gunung batur. 
Pada tanggal 3 agustus 1926, gunung batur kembali mengeluarkan lahar panas dan melanda desa Batur serta Pura Tampurhyang hingga rata dengan tanah. Dalam usahanya menyelamatkan diri, warga desa Batur mengungsi ke Karanganyar yaitu Desa di sebelah Selatan desa belanda dan sebagian lagi mengungsi ke desa bayung Gede. Berkat bantuan pemerintah Hindia-Belanda dan desa-desa lainnya yang berdomisili di seputar Desa Kintamani, beberapa benda seperti  Gong Gede, Semar Kirang, bale Pelinggih, Tombok, Lerontek dan pralingga Ida Bhatara saat itu dapat diselamatkan. 
Setelah mengungsi di desa Bayung Gede, penduduk batur membangun Desa Batur di Karanganyar dan berangsur-angsur membangun pura lengkap. Desa Batur baru yang mengambil tempat dikaranganyar diberi nama seperti nama desa dan pura asalnya yaitu Desa Batur dan Pura Batur, yang sekarang dikenal dengan nama Pura Ulun Danu Batur. Saat ini desa Batur terdiri dari tiga desa administratif atau dinas yaitu Desa Batur Utara, Desa Batur Selatan, dan Desa Batur Tengah.
Letusan gunung Batur yang sangat dahsyat terjadi pada tahun 1926 M, menyebabkan  Pura Ulun Danu Batur yang ada dimadianing gunung batur dipindahkan ke daerah kalanganyar  dekat Kintamani. Mengingat masyarakat desa Batur mempunyai tugan dan kewajiban untuk menjaga dan menyelenggarakan aci (upacara korban suci) di Pura Ulun Danu Batur, maka mereka ikut dipindahkan ke daerah kalanganyar. Meskipun daerah kalanganyar menjadi tempat dibangunnya kembali Pura Ulun Danu Batur dan karena masyarakat yang menempati berasal dari Desa Batur, maka daerah kalanganyar disebut juga Desa Batur.
b. Sejarah Pura Ulun Danu Batur
Menurut lontar Purana Bangsul, desa batur disebutkan danau pertama yang dibuat oleh Ida Sang Hyang Widhi adalah danau Batur, yang kemudian dikenal menjadi danau terbesar di pulau Bali. Danau yang posisinya secara tradisional terletak di Lingga Yoni Ida Bhatara Danu . dalam keyakinan hindu, dan yang diyakini oleh masyarakat batur adalah gunung abtur yang menjadi lingga siwa dan segara danau batur adalah yoni. Pertemuan lingga gunung batur dengan yoni segara Danau Batur menciptakan kesuburan yang luar biasa di muka bumi (bali dwipa). Dalam memohon anugerah kemurahan Ida Sang Hyang Widhi, maka gunung Batur dan danau Batur adalah sarananya. Pada hari-hari yang telah ditentukan di kedua tempat ini, di kepundan gunung Batur dan ditengah danau atur dipersembahkan kurban suci (upacara pakelem ke gunung dan ke Danu).
Sumber-sumber penting yang lain menyebutkan tentang Pura Ulun Danu Batur adalah lontar kusuma Dewa, lontar Usana Bali, dan Lontar raja Purana Batur. Angka tahun yang pasti menyebutkan tentang pendirian pura Batur tidak ada. Melihat banyaknya pelinggih-pelinggih serta luasnya komplek pura, maka dapat diduga bahwa Pura Batur adalah Pura Penyiwian raja-raja yang berkuasa di Bali. Sekaligus merupakan Kahyangan Jagat Bali. Adapun yang distanakan di pura batur adalah dewi danuh, seperti yang disebutkan dalam Lontar Usana Bali. Dalam lontar itu ada disebutkan yaitu pada bulan margasira (bulan kelima) waktu kresna paksa  (tilem), trsebutlah bhatara Pasupati di india sedang memindahkan puncak Gnunung Mahameru yang dibagi menjadi dua dipegang dengan tangan kiri dan kanan. Puncak Gunung itu lalu di bawa ke Bali digunakan sebagai sthana pura beliau yaitu bhatara putra jaya dan bhatari danuh. Puncak gunung yang dibawa dengan tangan menjadi gunung Toh Langkir (gunung agung) sebagai stahana bhatara putrajaya dan puncak gunung yang dibawa dengan tangan kiri menjadi gunung Batur sebagai stahana Bhatari Dewi Danuh dan keduanya itu sebagai hulunya pulau Bali. Kedua gunung tersebut melambangkan unsur purusa dan pradana dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Dalam naskah purana bali juga disebutkan bahwa Danau Batur merupakan stana Dewi Uma dan Danau tamblingan merupakan stahana dewi sri. 
Dalam babad batur desebutkan bahwa penguasa majapahit, setelah berhasil menaklukkan Bali telah menempatkan penguasa di Desa Batur. Dalam sumber ini disebut-sebut Dalem Ketut sebagai pelaksana penempatan pejabat itu. Penempatan itu berkaitan dengan penyusian beberapa tempat pemujaan seperti  Gunung Agung, Pura Batur, Saderi dan yang lainnya. Melalui sumber ini dapat diperoleh petunjuk bahwa Pura Batur telah mendapatkan perhatian utama dari Dalem Ketut sebagai penguasa Bali yang berkedudukan d Gelgel. Bali di kuasai oleh majapahit tahun1343, setelah ekspedisi Gajah Mada berhasil menguasai pusat kerajaan bedahulu. Dalem Ketut sebagai raja Bali ke-3 dari Dinasti Kresna Kepakisan memerintah Bali atas nama Raja Majapahit, mulai berkuasa sekitar tahun 1380-an sampai tahun1460. Beliau kemudian diganti oleh putraya bergelar Dalem Waturenggong. Jadi sumber ini telah menjadi petunjuk bahwa pura Batur yang di sungsung oleh Penduduk Desa Batur dan sekitarnya, telah memperoleh perhatian dan penguasa Bali yang baru. 
Catatan sejarah dalam lontar-lontar dan buku-buku sejarah serta bukti-bukti fisik yang masih dapat disaksikan, ada beberapa peristiwa penting yang berhubungan dengan keberadaan pura, desa dan Gunung Batur di kintamani hingga saat ini. 
a. Sejak tahun 11 Caka (89 masehi), gunung-gunung dan danau-danau di Bali merupakan tempat suci atau tempat pemujaan, ini di sebabkan semakin kuatnya pengaruh agama Hindu di Bali dan semakin kuatnya pula tatanan kehidupan yang berpegangan pada konsepsi agama Hindu. Tatanan hindu yang berdampak baik bagi masyarakat Bali dan Bali dari hari ke hari semakin aman dan sejahtera. 
b. Pada tahun 1500 masehi oleh Dalem Waturenggong desa Sinatara dan Pura Tampuhyang diganti namanya menjadi desa Batur dan pura Batur. Desa Sinanrata atau Desa Batur dan Pura Tanpurhyang  atau pura Batur terletak di lereng Gunung Batur sebelah Barat.
c. Pada tahun 1599 Masehi berjangkit penyakit lepra di seluruh Bali, termasuk desa sinarata atau desa batur. Banyak orang yang meninggal, hal ini berpengaruh kepada pemeliharaan pura yang terbengkali.
d. Pada tahun 1612 Masehi gunung batur meletus sangat dahsyat. Gunung Batur banyak menimbulkan kerusakan-kerusakan termasuk kerusakan pura Tampurhyang atau pura Batur.
e. Pada tahun1700 Masehi turunnya lahar panas dari gunung batur. Lahar panas tersebut menyebabkan pura batur tertimbun. 
f. Pada tahun 1784 Masehi Gunung Batur meletus lagi, akibatnya banyak penduduk yang tewas dan banyak pula pura yang rusak. 
g. Dalam hasil penelitian Zollinger, dapat diketahui bahwa dalam tahun 1850-an Pura Batur sudah merupakan pura pemujaan yang besar yang terletak di desa Batur, di lembah kaldera Gunung Batur. 
h. Dalam artikel R. An Eck seorang budayawan Belanda tentang abli tahun 1879.melukiskan Pura Batur sebagai pura Batur yang terletak di tengah-tengah desa Batur, di lembah kaldera Gunung batur. Disebutkannya pula bahwa Pura Batur adalah tempat pemujaan kepada Dewi Danu yang dapat disamakan dengan pemujaan Dewi Gangga di India. 
i. Dalam artikel yang berjudul “kenangan-kenangan dari India Timur Bali” yang ditulis oleh C.M. Pleyte seorang ahli ilmu bui, melukiskan lebh teliti pengalaman perjalanan ke Pura Batur, dipaparkannya Pura Batur sebagai pura terbesar dan keramat, penuh dengan meru dan bangunan kecil lainnya. Di tengah-tengah kompleks pura yang suci, terdapat bangunan pemujaan orang-orang cina. Dari berita ini dapat diketahui bahwa dalam tahun1901ketika pura masih berlokasi di lembah, sudah terdapat pemujaan orang cina di tengah pelataran yang suci. Jadi pemujaan orang suci yang disebut Pelinggih Ratu Subandar di Pura Batur sekarang sudah ada dalam abad XIX. Hal ini merupakan bukti toleransi religi yang berderajat tinggi, yang telah terjadi di Pura Batur.
j. Pada tanggal 21 Januari 1917 dan 4 Februari 1917 Masehi terjadi gempa bumi dahsyat. Daerah yang mengalami kerusakan berat yaitu distrik Kintamani, Bangli, Susut, Desa Batur, Songan dan Buahan menderita kerusakan parah. Gempa ini menyebabkan banyak penduduk  yang tewas, rumah dan pura rusak parah.
k. Pada tanggal 3 Agustus 1926 gunung Batur meletus Desa Batur dan Pura Batur rata dengan tanah tertimbun lahar. Penduduk desa baturmengungsi ke sebelah selatan kintamani. Tempat ini disebut kalanganyar ata karang anyar atau tempat baru. Selanjtnya penduduk desa batur mendirirkan desa dan pura yang baru dan diberi nama Desa Batur dan Pura Batur. 
Penjelasan diatas menyatakan pura batur pada mulanya bernama Pura Tampuhyang dan terletak di kaki Gunung Batur. Bersamaan dengan pindahnya penduduk desa sinarata atau desa Batur ke kalang anyar, maka penduduk juga membuat pura dengan nama pura Batur.

B. Bangunan-bangunan suci di Pura Ulun Danu Batur
Adapun pura-pura yang termasuk Pura Ulun Danu Batur yag pada mulanya berlokasi di Desa Batur ialah:
a. Penataran Pura Jati
Yang menjadi pusat pemujaan adalah Ida Bhatara Pujangga Lawih, berkedudukan sebagai Bhagawanta. Kehadapan beliau dimohon Tirtha pemuput Karya yait penyelesaian upacara.
b. Pura Tirtha Bungkah
Pura ini merupakan tempat pemujaan Ida Ratu Ayu Manik Bungkah sebagai penguasa sumber air panas yang ada dekat pura tersebut. Sumber air panas ini disebut Tirtha Bungkah dan diyakini dapat menyembuhkan beberapa penyakit. Dewasa ini air panas Ttirtha Bungkah anyak dikunjungi apalagi adanya jalan aspal menuju tempat tersebut. Tidak mengherankan banyak penginapan serta rumah makan yang didirikan.
c. Pura taman Sari
Di pura ini dipuja Ida Bhatara Sesuhunan Sakti Makalihan sebagai penguasa dan memberi kekuatan hidup terhadap pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (buah-buahan), serta pala wija lainnya yang di ladang (tegalan), misalnya bawang merah, bawang putih, ketela, kacng-kacangan dan sebagainya. Istilah Betara Susuhunan Sakti Makalihan dapat kiranya disamakan dengan pengertian ardanareswari atau pradana-purusa, dalam konsepsi Hndu selanjutya.
d. Pura Tirtha Mas mampeh
Tempat ini merupakan patirthan Betara- Betari Mekalihan dan tempat mohon tirtha untuk memberi kekuatan hidup kepada sarwa meletik yatu tumbuh-tubuhan yang berlembang biak dengan biji/buah serta tunas, misalnya Kelapa, padi,jagung, kayu manis, famili dan sebagainya.
e. Pura Jaba Kuta
Pura ini tempat memuja Ida Bhatara Bagus Wayan dan Ida BetaraBagus Tengah, yang berfungsi menyelesaikan Upacara Dewa Yadnya dan Manusa Yadnyayang diselenggarakan di pura-pura dan di perumahan. Orang yang menjadi janbanggul atau tatakan Ida Bhatara di Pura ini disebut dengan gelar Jero Balian. Jabatan ini agak khusus karena dijabat oleh wanita yang belum kawin dan selamanya tdak boleh kawin (nyukla brahma cari). Bila mereka melanggar diyakini akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan terhadap diriny, misalnya sakit tidak bisa disembuhkan atau meninggal dunia.
f. Pura Sampian Wangi
Pura ini merupakan pelinggih Ida ayu Ratu Pengeringgitan. Beliau dipuja untuk mendapatkan taksu dan keakhlian di bidang keterampilan, misalnya : menenun, merangkai janur, jarit-menjarit, membuat jajan, dan sebagainya. Masyarakat bali sangat meyakini bahwa dengan dimilikinya (ngelah)taksu, hasil keterampilannya akan disukai dikagumi orang banyak sehingga akan laku bila hendak dijual.
g. Pura Gunarali 
Pura ini merupakan pelinggih ida Ratu Ketut Gunarali. Beliau berfungsi memberikan kekuatan serta doronga terhadap pengembangan bakat para remaja (truna bunga dan deha bunga). Dengan demmikian diharapkan mereka bisa mengabdi sesai dengan bakatnya.
h. Pura Padang sila
Pura ini hanya merupakan tempat mesandekan Ida Betara-Betari yang ada di pura Ulun Danu Batur. Disi ada 45 buah pelinggih yang semuanya mertiwi yaitu tidak menggunakan bahan kayu ataupun beratap, melainkan hanya berupa gudukan tanah/batu.
i. Pura Penataran Agung Batur
Pura ini merupakan pura induk karena disini terdapat pelinggih-pelinggih utama seperti berikut :
1. Sebuah meru tumpeng sebelas (11), tempat memuja Ida Betari Dewi Danu yang sering disebut Ida Betari Ulun Danu. 
2. Meru tumpang sembilan(9) ada 3 buah. Sebagai tempat memuja Ida Betara Sesuhunan Sakti ngambel Jagat. Ida Betara Gede Agung dan Ida Betara Dalem Waturenggong. Menurut raja purana pura Batur, meru tumpeng 9 ada 6 buah; tiga buah diantaranya belum dibangun yaitu tempat memuja Ida Betara Gede Bedauh, Ida Ratu Ngurah Balingkang dan Ida ratu Gede Gurun.
3. Meru Tumpang pitu (7) ada 2 buah yaitu tempat memuja Ida Ratu Ayu Manik Astagina, merupakan amongan (beban tanggungan) raja mengwi dan sebuah lagi merupakan amongan Puri Nyalian.
4. Meru tumpang lima(5) ada satu buah, merupakan amongan dari puri Belahbatuh.
5. Meru tumpang tiga (3) ada tiga buah semuanya menjadi aongan desa tejakula kabupaten buleleng.
6. Satu buah gedong merupakan tempat memuja Ida Ratu Ayu Subandar. Beliu dipuja sebagai penguasa dibidang usaha/ekonomi. 
7. Pesamuhan agung yang berupa gedong tinggi, merupakan tempat pratima ( perwujudan) Ida Betara-betari pada waktu yang diselenggarakan upacara besar seperti Usaba Desa. Manca Wali Krama dan sebagainya.
8. Sebuah meru tumpang telu tempat memuja Ida Ratu Ayu Kentel Gumi.
Bangunan Ida Ratu ayu Kentel Bumi dipuja sebagai penguasa serta pengendal hama terutama berupa wereng ludus, walangsangit, tikus, candang, dan burung. Diantara jenis hama itu yang dianggap paling sukar ditanggulang adalah ludus dan candang. Ludus ialah sejenis hama yang menyebabkan pembusukan pada batang, sedangkan candang berupa kemandulan pada tanaman (tdak mau berbuah) walaupun tumbuhnya subur dan berbunga lebat. 
Selain bangunan palinggih yang telah disebutkan diatas masih terdapat sejumlah palinggih pendamping dan bangunan pelengkap. 


2. Pura
2.1 DENAH PURA




2.2 Daftar Halaman dan Pelinggih-pelinggih 
Pura Ulundanu Batur
Halaman IV : Utamaning Utama Mandala
1. Meru tumpang tiga: Ratu Mutering Jagat, Penyungsung ring Tejakula.
2. Meru tumpaang tujuh: ratu gede Manik Astagina (di empon oleh Mengwi)
3. Meru tumpang Sembilan: Ratu Gede Sakti Maduwe Gumi (diempon oleh Bangli, Puri Nyalian
4. Meru tumpang sebelas: Bhatari Dewi Danu (diempon oleh klungkung)
5.a. I Ratu Gede Penyarikan 
5b. I Ratu Jero Oreg
6. Meru Tumpang Sembilan: I Ratu Gede Gunung Agung (diempon oleh Singaraja)
7. Meru tumpang lima: I Ratu Ayu Selukat (diempon oleh Blahbatuh)

Halaman III: Utamaning Menala
8. Bale Genah Bakti
9. Bale Peslang
10. Tempat beristirahat sementara Jero Mangku
11 a. Bale Pawedan/ pemujaan 
12 . Brahma
13. I Ratu Gede Ngurah Subandar atau Dewi Kwanhin, Konce (budha)
14. Bale Pawedaan ( Bale Bangli)
15. Bale Pawedaan (Bale Bangli)

Halaman II: Madyaning Menala
16. Bale Penyambutan 
17 a. Apit Lawang 
17 b. Apit Lawang 
18. Tempat memberikan suguhan kepada bhuta kala
19. Meru tumpang Sembilan I Ratu Gede Meduwe Gama/Ratu pedauh/ I Ratu Rambut Pala 
20. Bale Angklung
21. Bale Gajah (Pengempon Pasihan yang diempon oleh sebatu, Jasen, Lepud, dan Gebog Domsya.
22. Pohon Beringin 
23. Bale Agung sementara/pewaregan

Halaman I: Nista Mandala
24. Bale Gong Biri-biri
25 a. Puah (tempat untuk menjalankan kertamasa)
25 b. tempat bendera/kober
26. Bale Pekajaan 
27. Balekulkul untuk manusia berarti para pengayah , jero batu dangin/dauh, Jero Baris, Jero Gamel, jero Undagi.
28. Pelinggih anantaboga
29. Bale Kulkul untuk Ida Bhatara Bhatari waktu melis, metirtahan 
Di luar:
30. Bale Pelayanan 
31. Bale Pegat

Pura Dang Khayangan: Pura Desa/Bale Agung Batur 
Halaman IV Dang Khayangan ( di koordinir  oleh Pura Jati)
1. Ratu Pingit 
2. Ratu Pecatu
3. Ratu Kebeksai 
4. I Ratu Tekesai 
5. I Ratu keeling/Ratu Anan/I Ratu Gede Ngurah Cempaka
6. Meru tumpang tiga; I Ratu Gede Kepasekan 
7. I Ratu Gede Manik Blabur
8.  I Ratu Gede Manik Melela
9. I Ratu Gede Manik Melegedan
10. I Ratu Mbah Api
11. I Ratu Gede Manik Senjata
12. Bale Pepelik untuk pelinggih untuk no 1-5
13. Bale Pepelik untuk Pelinggih no. 6
14. Bale Pepelik untuk pelinggih no. 8-11
15. Bale Pepelik untuk pelinggih no. 17-19
16.Bale Pepelik untuk pelinggih
17. I Ratu Nengah Rungking, purusa 
18. I Ratu Nengah Rungking, predana
19. I Ratu Gede Mengening (Penyungsung Desa Batur)
20. I Ratu gede Perahu
21. Bhatara Duwijendra/ Bujangga Luih (Pura Jati)
22,23. Bale Peplik untuk pelinggih 
24. I Ratu Gede Mengening (penyungsungan desa Calo)
25. Gedong penyimpan Selunding

Halaman III: Dang Khayangan 
1. I Ratu Ayu celung 
2. I Ratu Manuk-manukan
3. I Ratu Juru Asem
4. I Ratu Bunut
5. I ratu Bangun Jawa/ I Ratu Bandung
6. I Ratu Ayu Bangun Sari
7. I Ratu Niras Sakti/I Ratu Mas Sakti
8. I Ratu Sumampta
9. Meru Tumpang tiga: I Ratu Ayu Gentel Gumi/I Ratu Ayu Tusan
10. I Ratu Ayu Sepian/Ratu Ayu Pekiisan 
11. I Ratu Gede Mekulem
12. Meru tumpang Sembilan: I Ratu Gede Dalem Balingkang
13. Bale Pepelik untuk pelinggih no. 3-8
14. Meru tumpang Sembilan: Ratu Gede Waturenggong
15. I Ratu Dalem Tanggaling (Bunuan/ubud)
Pura Puseh 
16. Ratu Ayu Pegulingan/Puser tasik
17,20. Bale Peplik untuk pelinggih no. 18
18. Meru tumpang tiga: Bhatara Puseh
19. I Ratu ketut Guban
21. Bale peplik untuk pelinggih no 22
22. Puseh Desa Bonyoh 
23. Puseh Desa Sengkaduan
24. Bale Peplik untuk Pelinggih no. 23
25. Bale peplik untuk pelinggih no. 26
26. Puseh Sesulung/Petak Cemeng
27. Paruman alit atau Bale Pepalang untuk pelinggih no 9
28. Pepalang, genah bhakti

Halaman II: Pura Bale Agung
1. Bale Pekemkem
2. Ida Ratu Gede Dalem Majapahit
3. Ida Ratu Tambang Layar
4. Ida Ratu Dalem Mekah
5. Ida Ratu Dalem Mesiem
6. Sanggar Agung (Surya,Bulan, Bintang)
7. Bale Kulkul tengeran Ida Bhatara suara
8. Ratu Ulun Bale Agung
9. Rambut Sedana
10. Bhatari Sri
11. Bale Peplik untuk pelinggih no 9 und 10 
12. I Ratu Paumukan 
13. Bale Peplik untuk pelinggih no. 12
14. Bale Agung pedanginan/I Ratu Gede Solas Lubang
15. Bale Pesamuan Agung/Ratu Gede Dalem Pesamuan
16. Bale Agung Pedawanan/Ratu Ayu Solas Lubang
17. Orang pribadi puny.

Halaman I: Pura Bale Agung, Jaba Tengah
1. Bale Baris
2. Bale Gong
3. Bale Perebuan

3. Letak Geografis Pura 
Pura Batur yang lebih dikenal dengan Pura Ulun Danu terletak pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut tepatnya di Desa Kalanganyar Kecamatan Kintamani di sebelah Timur jalan raya Denpasar-Singaraja. Pura ini menghadap ke barat yang dilatarbelakangi Gunung Batur dengan lava hitamnya serta Danau Batur yang membentang jauh di kaki Gunung Batur, melengkapi keindahan alam di sekeliling pura. Sebelum letaknya yang sekarang ini, Pura Batur terletak di lereng Barat Daya Gunung Batur. Karena letusan dasyat pada tahun 1917 yang telah menghancurkan semuanya, termasuk pura ini kecuali sebuah pelinggih yang tertinggi. Akhirnya berkat inisiatif kepala desa bersama pemuka desa, mereka membawa pelinggih yang masih utuh dan membangun kembali Pura Batur ke tempat yang lebih tinggi yakni pada lokasi saat ini. Upacara di pura ini dirayakan setiap tahun yang dinamakan Ngusaba Kedasa.

Lampiran Foto :






Rayana & Dewa

0 comments:

Post a Comment