Pages

Monday, November 10, 2014

Pura Gunung Raung

PURA GUNUNG RAUNG
     


A. Letak Pura Gunung Raung
Kahyangan Jagat Pura Agung Gunung Raung berlokasi di Desa Taro kecamatan Tegalalang kabupaten Gianyar, berjarak sekitar 25 km dari kota Gianyar atau sekitar 42 km dari kota Denpasar. Letak pura diantara dua buah aliran sungai yaitu sungai Wos Lanang (Wos Kangin) dan Wos Wadon (Wos Kauh).

B. Sejarah Pura Gunung Raung
Pura ini erat sekali kaitannya dengan perjalanan Rsi Markandya, seorang resi dari Pasraman Gunung Raung, Jawa Timur, ke Bali untuk menyebarkan ajaran Sanatana Dharma (Kebenaran Abadi) yang kini dikenal dengan sebutan Hindu Dharma. Setelah terlebih dahulu mengawali langkahnya dengan mendirikan Pura Basukian di Besakih, selanjutnya Rsi Markandya membangun pasraman (semacam pesantrian) di Taro. Pasraman inilah yang kemudian menjadi cikal bakal berdirinya Pura Gunung Raung di Desa Taro tersebut. 

Di desa Taro, Pura Gunung Raung ini terletak persis di tengah-tengah desa dan menjadi pembatas Banjar Taro Kaja (utara) dan Banjar Taro Kelod (selatan). Ini adalah sesuatu yang unik, sebab pada umumnya letak pura di Desa Kuno di Bali adalah di daerah hulu dan di daerah hilir desa. Tentang perjalanan Rsi Markandya pada abad ke-8 itu, menurut lontar Bali Tatwa, mulanya Sang Resi berasrama di Damalung, Jawa Timur. Selanjutnya, beliau mengadakan tirthayatra (perjalanan suci) ke arah timur hingga ke Gunung Hyang (Dieng). Tak ada tempat ideal yang ia temukan sebagai pasraman dalam perjalanan suci tersebut. Resi Markandya pun melanjutkan perjalanannya ke arah timur hingga tiba di Gunung Raung, Jawa Timur. Di tempat inilah beliau membangun asrama dan melakukan pertapaan.
Suatu hari, dalam samadinya, beliau mendapatkan petunjuk agar meneruskan perjalanan ke arah timur lagi, yakni ke Pulau Bali. Petunjuk itu pun dilaksanakannya. Diiringi 800 pengikut, beliau melanjutkan perjalanan sucinya ke Bali.
Tiba di sebuah tempat yang berhutan lebat di lambung Gunung Agung, Rsi Markandya berkemah dan membuka areal pertanian. Namun, para pengikut beliau terkena wabah penyakit hingga sebagian di antaranya meninggal dunia. Hanya sekitar 400 pengikut saja yang tersisa.
Melihat keadaan itu, Resi Markandya kembali ke Jawa Timur untuk bersamadi dan memohon petunjuk. Tuhan yang menampakkan dirinya sebagai Sang Hyang Pasupati kemudian hadir dan memberi tahu Sang Rsi bahwa kesalahannya adalah tidak melakukan ritual dan mempersembahkan sesaji untuk mohon izin saat hendak merambah hutan. Mendapat keterangan demikian, Resi Markandya kembali menuju Bali dan terus menuju Gunung Agung (Ukir Raja). Saat itu beliau diring oleh para pengikut yang disebut Wong Age.
Setiba di Gunung Agung, Rsi Markandya mengadakan upacara dengan menanam Panca Datu yaitu lima jenis logam (emas, perak, besi, perunggu, timah) yang merupakan simbolis dari kekuatan alam semesta. Di tempat pelaksanaan ritual dan pemendaman panca datu tersebut kemudian didirikan pura yang dinamakan Pura Basukian yang menjadi cikap bakal berdirinya kompleks Pura Besakih. Setelah itu memendam panca datu dan melakukan ritual lainnya, barulah kemudian Sang Rsi memerintahkan pengikutnya untuk membuka lahan pertanian menurun hingga ke Gunung Lebah di Ubud. Sampai di sebuah lahan yang cukup strategis, beliau mengadakan penataan seperti pembagian lahan untuk perumahan dan pertaian untuk para pengikutnya. Desa itu kemudian dinamakan Desa Puakan.
Selanjutnya, Rsi Markadya juga memerintahkan sebagian pengikutnya membuka lahan hingga ke sebuah tempat yang subur yang dinamakan Desa Sarwa Ada. Di sana beliau juga melakukan penataan dan pembagian lahan bagi para pengikutnya. Dan, setelah semua pengikutnya mendapatkan lahan untuk melanjutkan dan mengembangkan kehidupannya, beliau kemudian membangun sebuah pasraman yang serupa dengan pasramannya di Gunung Raung, Jawa Timur. Entah kenapa, pada saat itu kembali Resi Markandya mendapatkan banyak gangguan dan kesulitan.
Seperti sebelumnya, Rsi Markandya kembali ke Jawa Timur dan mengadakan samadi. Tak ada petunjuk apa pun yang beliau peroleh selain perintah untuk kembali melakukan samadi di pasraman beliau di Bali. Ketika petunjuk itu beliau turuti, Rsi Markandya melihat seberkas sinar cemerlang memancar dari sebuah tempat. Ketika didekatinya, sinar tersebut berasal dari sebatang pohon. Di pokok pohon yang menyala itulah Rsi Markandya mendirikan pura yang sekarang dinamakan Pura Gunung Raung.
Pura dengan pohon yang bersinar tersebut menjadi pusat desa. Karenanya, desa tersebut dinamakan Desa Taro. Taro berasal dari kata ”taru” yang berarti pohon. Sedangkan nama pura dan pasramannya sama dengan nama sebelumnya yakni Gunung Raung.
Sebelumnya, di Desa Taro, hidup sapi putih yang dipercayai oleh masyarakat setempat sebagai keturunan Lembu Nandini (Tunggangan Dewa Siwa). Sapi putih itu dikeramatkan oleh penduduk di Desa Taro. Dang Hyang Markandya adalah seorang resi yang menganut paham Waisnawa, namun dengan membiarkan masyarakat tetap mengeramatkan sapi putih itu, menunjukan bahwan beliau menghormati keberadaan paham Siwaisme yang sudah sempat tumbuh dan berkembang di Taro.
Pura Gunung Raung ini gak lain daripada Pura Kahyangan Jagat pada umunya. Pura ini menghadap ke timur, sehingga kalau kit sembhyang kita akan menghadapa ke arah barat seperti halnya di Pura Luhur Ulu Watu. Keunukan yang lain adalah Pura Gunung Raung memiliki empat pintu masuk dari empat penjuru. Pintu masuk dari arah timur, utara, danselatan dibuat dari Candi Bentar dengan ukirannya. Sedangkan pintu dari arah barat hanya dengan pintu kecil saja. Apa makna ada empat pintu masuk ini belum ada sumber yang secara pasti menjelaskan.
Karena Pura Gunung Raung ini sebgai pasraman tempat mendalami ilmu kerohanian (Para Vidya) dn ilmu keduniaan (Apara Vidya) maka ada kemungkinan empat [intu ke semua arah sebagai pengejawantahan pertanyaan Mantra Rgveda I.89.1 yang menyatakan: Ano bhadarah kratavo yantu visavanta. Artinya : Semoga pemikiran yang mulia datang dari semua arah.











C. Pelinggih-Pelinggih Di Pura Gunung Raung


Gambar : Denah dan Struktur Pura Gunung Raung
Daftar Pelinggih Di Pura Gunung Raung
1. Linggih Batara Ring Gunung Raung / Majapahit
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhataraa Gunung Raung.




2. Linggih Batara Maspait
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhatara Maspait.







3. Linggih Batara Ulun Masceti
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhatara Ulun Masceti.





4. Padmasana
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Sang Hyang Widhi (Tuhan) sebagai pusat ketuhanan.


5. Pengaruman
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya semua dewa-dewa (Ista Dewata).





6. Kemulan Agung
Kemulan adalah sebuah pelinggih sebagai stana atman leluhur, Dewa Pitara / Dewa Hyang ataupun Sang Hyang Guru.

7. Bale Pingit
Bale Pingit biasanya digunakan sebagai tempat menaruh banten dan jempana saat ada odalan.




8. Linggih Batara Rambut Sedana
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhatara Rambut Sedana.






9. Linggih Batara Bagawan Penyarikan
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhatara Bagawan Penyarikan.








10. Undar-andir – Linggih Batara Brahma
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Bhatara Brahma.








11. Linggih Batara Yogi Rsi Markandya
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Batara Yogi Rsi Markandya.







12. Taksu / Linggih Batara Bayu
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Batara Bayu.








13. Penyawangan Gunung Watukaru
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat penyawangan terhadap Gunung Watukaru.








14. Penyawangan Gunung Lebah Batur
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat penyawangan terhadap Gunung Lebah Batur.





15. Penyawangan Gunung Sari
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat penyawangan terhadap Gunung Sari.








16. Penyawangan Gunung Agung
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat penyawangan terhadap Gunung Agung.








17. Lumbung Agung
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Batara Lumbung Agung.







18. Bale Pengambangan / Pel. Merana
 Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Ratu Pengambangan.








19. Penyawangan ke Campuan
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat penyawangan ke Campuan.







20. Bale Penganteb
Bale penganteb adalah tempat pemangku menghaturkan piodalan.
21. Pemedal Agung
22. Linggih Batara Sri
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Batara Sri.






23. Bale Agung (Bale Pegat)
Bale Agung (Bale Pegat) biasanya digunakan untuk tempat menaruh banten saat odalan.




24. Pejenengan Kulkul Bunga Seleguwi
 Pelinggih ini adalah tempat Kulkul Bunga Seleguwi.






25. Pejenengan Ratu Ngerurah

Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Ratu Ngerurah.










26. Pejenengan Ratu Pasek
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Ratu Pasek.








27. Pelinggih Dalem Amurwa Bumi
Pelinggih ini digunakan sebagai tempat berstananya Batara Dalem Amurwa Bumi.







28. Pejenengan Kulkul
Bale Kulkul, yang posisinya lebih tinggi daripada bangunan lainnya, terdiri dari 2 buah kulkul yang mencerminkan jenis kelamin laki-laki dan perempuan, dibunyikan sebagai alat komunikasi untuk kegiatan keperluan/ piodalan di Pura Gunung Raung.



29. Titi Gonggang


30. Bale pesandekan / Bale Gong
 Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan di Pura Gunung Raung.




31. Bale pesandekan / Bale Gong
 Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan di Pura Gunung Raung.







32. Bale pesandekan / Bale Gong
Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan di Pura Gunung Raung.





33. Bale pesandekan / Bale Gong
 Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan. Bangunan ini juga digunakan sebagai tempat menaruh payung (tedung) yang ada pada masing-masing pelinggih di Pura Gunung Raung.

34. Bale pesandekan / Bale Gong
 Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan di Pura Gunung Raung.







35. Bale pesandekan / Bale Gong
 Bangunan ini digunakan sebagai Bale Gong/ Bale Pesandekan di Pura Gunung Raung.




36. Pelinggih Dasar / Punyan Jepun


37. Penyimpenan Wastra / Tedung



38. Bak Tirta


39. Genah Bak


40. Taru Paku Aji




41. Bale Perantenan


42. Genah Mesadekan 


43. Bale Pesandekan
  



44. Wantilan


45. Kulkul ring duur punyan Leci

46. Kantor Kepala Desa
47. Jroan Pemangku
48. Bale Pewaregan

49. Aling-Aling
50. Gudang





51. Tempat Upacara Subak

52. Pura Dalem Pesimpangan
P. Pemedal Utama
H. Hutan

Lisna & Widhiastini

0 comments:

Post a Comment